BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Makalah ini membahas masalah tentang UU Guru
dan Dosen di karenakan sangat pentingnya masalah tersebut. Hal ini sangat
penting dipelajari agar guru dan dosen maupun pihak-pihak yang lain dapat
mengerti dan memahami bagaimana peraturan-peraturan guru dan dosen. Dengan
memahami UU Guru dan Dosen dengan baik maka guru dan dosen mampu mengatasi
berbagai permasalahan pendidikan khususnya guru dan dosen. Jadi jika guru dan
dosen tidak membekali pengetahuan tentang peraturan-peraturan yang baik maka
anak didik tidak dapat bersosialisasi baik terhadap orang yang ada disekitarnya
dan tidak peduli pada kehidupan di sekitarnya. Pembangunan nasional dalam
bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu dengan adanya teknologi informasi
yang semakin canggih dan semakin global semakin memudahkan para guru dan
dosen untuk mengembangkan kualitas pedidikan agar lebih baik lagi. Untuk
menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta
tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi,
peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam
bidang pendidikan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana substansi Rancangan Undang-undang Guru dan Dosen
No. 14 Tahun 2005?
C.
TUJUAN
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1.
Memahami
peraturan dalam UU Guru dan Dosen.
2.
Mengetahui
faktor-foktor apa saja yang berpengaruh.
3.
Mempelajari
kriteria UU Guru dan Dosen.
D.
MANFAAT
Manfaat dari makalah ini yaitu
1.
Para pendidik
mengerti akan pentingnya peraturan dalam dunia pendidik
2.
Secara umum
para pendidik akan mengetahui faktor yang berpengaruh dalam upaya mendongkrak
kualitas pembelajaran ini.
3.
Dengan
mempelajari upaya UU Guru dan Dosen maka para pendidik akan mengerti akan
kriteria kualitas pembelajaaran.
BAB II
PEMBAHASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
Bahwa pembangunan
nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak
mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Bahwa untuk
menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta
tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c.
Bahwa guru dan
dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam
pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d.
Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
Mengingat:
1.
Pasal 20, Pasal
22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301).
Dengan
Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Memutuskan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Memutuskan:
Menetapkan:
Undang-Undang Tentang Guru Dan Dosen
Undang-Undang Tentang Guru Dan Dosen
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
2.
Dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.
Guru besar atau
profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi
bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.
Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.
Penyelenggara
pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6.
Satuan
pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7.
Perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru
atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat
syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip
kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.
Pemutusan
hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
9.
Kualifikasi
akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh
guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di
tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang
berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah
perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program
pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan
dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau
dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru
atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas
keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi
dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau
terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah
perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana
sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara
Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
1)
Guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2)
Pengakuan
kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
1)
Dosen mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2)
Pengakuan
kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen
sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen
pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi
kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
1. Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang
pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.
memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.
memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.
memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.
memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.
memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.
memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.
memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat;
h.
memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
i.
memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
2. Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan
profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara
demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program
diploma empat.
Pasal 10
1.
Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
2.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1.
Sertifikat
pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan.
2.
Sertifikasi
pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
3.
Sertifikasi
pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
4.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat
pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan
pendidikan tertentu.
Pasal 13
1)
Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
1)
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.
memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.
mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.
memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.
memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.
memperoleh dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
f.
memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g.
memperoleh rasa
aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.
memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i.
memiliki
kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.
memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan/atau
k.
memperoleh
pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
1)
Penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain
berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat
tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan
prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
2)
Guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3)
Guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi
gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
1)
Pemerintah
memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
2)
Tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu)
kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
3)
Tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD).
4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1)
Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
2)
Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3)
Tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
1)
Pemerintah
memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada
guru yang bertugas di daerah khusus.
2)
Tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali
gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
yang sama.
3)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas
rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1)
Maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi
pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk
memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau
bentuk kesejahteraan lain.
2)
Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru
berkewajiban:
a.
merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.
meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.
bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran, menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika.
d.
memelihara dan
memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
1)
Dalam keadaan
darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru
dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan
kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
1)
Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru
untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan
pembangunan daerah.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
1)
Pemerintah
mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga
pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
2)
Kurikulum
pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional,
dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 24
1)
Pemerintah
wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
2)
Pemerintah
provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
3)
Pemerintah
kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai
dengan kewenangan.
4)
Penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat
wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik,
maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
1)
Pengangkatan
dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2)
Pengangkatan
dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau
pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3)
Pengangkatan
dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
1)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan
struktural.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai
guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 28
1)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan
antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan
pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
2)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan
pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan
maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3)
Dalam hal permohonan
kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi
kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
4)
Pemindahan guru
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
5)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1)
Guru yang
bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin
secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan
dalam pelaksanaan tugas.
2)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan
kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua)
tahun.
3)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2
(dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia
guru pengganti.
4)
Dalam hal
terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan
guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan
pendidikan yang bersangkutan.
5)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
1)
Guru dapat
diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.
meninggal dunia;
b.
mencapai batas
usia pensiun;
c.
atas permintaan
sendiri;
d.
sakit jasmani
dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus
selama 12 (dua belas) bulan; atau
e.
berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan.
2)
Guru dapat
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.
melanggar
sumpah dan janji jabatan;
b.
melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.
melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara
terus-menerus.
3)
Pemberhentian
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
4)
Pemberhentian
guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
5)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan
sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,
tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
1.
Pemberhentian
guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru
yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
2.
Guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
1.
Pembinaan dan
pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
2.
Pembinaan dan
pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
3.
Pembinaan dan
pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
jabatan fungsional.
4.
Pembinaan dan
pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan,
kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan
profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 34
1.
Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
2.
Satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
3.
Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas
dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
1.
Beban kerja
guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik,
serta melaksanakan tugas tambahan.
2.
Beban kerja
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu.
3.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Penghargaan
Pasal 36
1.
Guru yang
berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.
2.
Guru yang gugur
dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
1.
Penghargaan
dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
profesi, dan/atau satuan pendidikan.
2.
Penghargaan
dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat
kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau
tingkat internasional.
3.
Penghargaan
kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
4.
Penghargaan
kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota,
hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional,
dan/atau hari besar lain.
5.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional
sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Perlindungan
Pasal 39
1.
Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan
wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
2.
Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
3.
Perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain.
4.
Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan,
pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
5.
Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran
pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko
lain.
Bagian
Kedelapan
Cuti
Cuti
Pasal 40
1.
Guru memperoleh
cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.
Guru dapat
memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
3.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
1.
Guru membentuk
organisasi profesi yang bersifat independen.
2.
Organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.
Guru wajib menjadi
anggota organisasi profesi.
4.
Pembentukan
organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
5.
Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan dan
menegakkan kode etik guru;
b.
memberikan
bantuan hukum kepada guru;
c.
memberikan
perlindungan profesi guru;
d.
melakukan
pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e.
memajukan pendidikan
nasional.
Pasal 43
1.
Untuk menjaga
dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
2.
Kode etik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
1.
Dewan
kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru. Keanggotaan serta
mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
2.
Dewan
kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi
pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran
kode etik oleh guru.
3.
Rekomendasi
dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar
organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
4.
Organisasi
profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
1.
Kualifikasi
akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan
tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
2.
Dosen memiliki
kualifikasi akademik minimum:
a)
lulusan program
magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b)
lulusan program
doktor untuk program pascasarjana.
3.
Setiap orang
yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
4.
Ketentuan lain
mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
1.
Sertifikat
pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi
syarat sebagai berikut:
a)
memiliki
pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun;
b)
memiliki
jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c)
lulus
sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
2.
Pemerintah
menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
3.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
1)
Status dosen
terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
2)
Jenjang jabatan
akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan
profesor.
3)
Persyaratan
untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik
doktor.
4)
Pengaturan
kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh
setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
1)
Profesor
merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang
mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
2)
Profesor
memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan
gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
3)
Profesor yang
memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam
bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor
paripurna.
4)
Pengaturan
lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 50
1)
Setiap orang
yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
2)
Setiap orang,
yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
mengikuti proses seleksi.
3)
Setiap orang
dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu
berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan
pengalaman yang dimiliki.
4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan
serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
1.
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a)
memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b)
mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c)
memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d)
memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi,
sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat;
e)
memiliki
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f)
memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik;
dan
g)
memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi
keilmuan.
2.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
1.
Penghasilan di
atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf
a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain
yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai
dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
2.
Dosen yang
diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.
Dosen yang
diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
1.
Pemerintah
memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
2.
Tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu)
kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja,
dan kualifikasi yang sama.
3.
Tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
4.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
1)
Pemerintah
memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
2)
Pemerintah
memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3)
Tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
1)
Pemerintah
memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada
dosen yang bertugas di daerah khusus.
2)
Tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali
gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
3)
Tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
1)
Pemerintah
memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji
pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
1.
Maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi
pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk
memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau
bentuk kesejahteraan lain.
2.
Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
3.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 59
1.
Dosen yang
mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan
fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
2.
Dosen yang
diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang
disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen
berkewajiban:
a.
melaksanakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.
merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
c.
meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.
bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;
e.
menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama
dan etika; dan
f.
memelihara dan
memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
1.
Dalam keadaan
darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen
dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan
kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
2.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
1)
Pemerintah
dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan
daerah.
2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
1)
Pengangkatan
dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif
dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2)
Pengangkatan
dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3)
Pengangkatan
dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
4)
Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu.
Pasal 64
1.
Dosen yang
diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan
struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai
dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan
perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
1.
Dosen dapat
diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.
meninggal
dunia;
b.
mencapai batas
usia pensiun;
c.
atas permintaan
sendiri;
d.
tidak dapat
melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit
jasmani dan/atau rohani; atau
e.
berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara
pendidikan.
2.
Dosen dapat
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.
melanggar
sumpah dan janji jabatan;
b.
melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.
melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara
terus-menerus.
3.
Pemberhentian
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
4.
Pemberhentian
dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
5.
Profesor yang
berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh)
tahun.
6.
Dosen yang
diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
1.
Pemberhentian
dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah
dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
2.
Dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi
finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 69
1.
Pembinaan dan
pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
2.
Pembinaan dan
pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
3.
Pembinaan dan
pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
4.
Pembinaan dan
pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan
profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
1.
Pemerintah
wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
2.
Satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
3.
Pemerintah
wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian
dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat.
Pasal 72
1.
Beban kerja
dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih,
melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian
kepada masyarakat.
2.
Beban kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua
belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan
kredit semester.
3.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Penghargaan
Pasal 73
1.
Dosen yang
berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.
2.
Dosen yang
gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
1.
Penghargaan
dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
2.
Penghargaan
dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
3.
Penghargaan
dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,
piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
4.
Penghargaan
kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun
kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun
kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional,
dan/atau hari besar lain.
5.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Perlindungan
Pasal 75
1.
Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan
tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
2.
Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
3.
Perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak
adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
dan/atau pihak lain.
4.
Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan
otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen
dalam pelaksanaan tugas.
5.
Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
risiko lain.
6.
Dalam rangka
kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan
sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedelapan
Cuti
Cuti
Pasal 76
1.
Dosen
memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
SANKSI
Pasal 77
1)
Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2)
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.
teguran;
b.
peringatan
tertulis;
c.
penundaan
pemberian hak guru;
d.
penurunan
pangkat;
e.
pemberhentian
dengan hormat; atau
f.
pemberhentian
tidak dengan hormat.
3)
Guru yang
berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
4)
Guru yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
5)
Guru yang
melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
6)
Guru yang
dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
1.
Dosen yang
diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.
teguran;
b.
peringatan
tertulis;
c.
penundaan pemberian
hak dosen;
d.
penurunan
pangkat dan jabatan akademik;
e.
pemberhentian
dengan hormat; atau
f.
pemberhentian
tidak dengan hormat.
3.
Dosen yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
4.
Dosen yang
berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
5.
Dosen yang
dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
1)
Penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4),
Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2)
Sanksi bagi
penyelenggara pendidikan berupa:
a.
teguran;
b.
peringatan
tertulis;
c.
pembatasan
kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d.
pembekuan kegiatan
penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
1)
Pada saat mulai
berlakunya Undang-Undang ini:
a.
guru yang belum
memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun,
atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat
pendidik.
b.
dosen yang
belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun,
atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat
pendidik.
2)
Tunjangan
fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
1.
Pemerintah
mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua
belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
2.
Guru yang belum
memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada
Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik
paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan
selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa substansi RUU
Guru yang bernilai pembaharuan itu diantaranya: kualifikasi dan kompetensi
guru, hak guru, kewajiban guru, pengembangan profesi guru, perlindungan dan
organisasi profesi sebagai wadah independen untuk peningkatan kompetensi karir,
wawasan pendidikan, perlindungan profesi dan kesejahteraan.
Undang undang nomor 14 tahun 2005 merupakan salah satu bukti
bahwa PGRI sangat peduli terhadap guru dan profesi guru. Kehadiran undang
undang ini sudah tentu menjadi fenomena baru dalam dunia pendidkan Indonesia
Jika kita bandingkan sekarang kebanyakan guru kurang
mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak para guru terlantar dan tdak
diberdayakan oleh pemerintah, mari kita tengok kembali tentang nasib para guru
honorer. Dbandingkan dengan PNS yang kenanyakan kita sering melihat oknum PNS
yang kerjanya semaunya sendiri dengan guru honorer yang kerja mati matian tapi
berbanding terbalik dengan gaji yang sebenarnya. Pemerntah diharapkan bisa
mensejahterakan nasib guru, dimana tidak ada sistem kapitalis dan diskriminatif
dalam birokasi pendidika
B. Saran
Demikianlah penulisan makalah ini, apabila masih terdapat
kesalahan atau kekurangan dalam pembahasan makalah ini, terutamanya kami ucapkan
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan juga kami harapkan teguran yang sehat
sekiranya dapat membangun dalam perbaikan pembuatan makalah kami ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia
Tentang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005
Perbaikan Kualitas Guru/Dosen.
Waspada Online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar