MAKALAH INOVASI PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat sekarang ini, umat Islam mulai menyadari bahwa mereka
tidak mungkin berkompetisi dengan kekuatan yang menantang kepada pihak Barat,
Imperialisme modern dan misionaris Kristen, apabila mereka terus melanjutkan
kegiatan dengan cara-cara tradisional dalam menegakkan Islam.
Oleh karena itu, umat Islam tak akan terlepas dengan
mengeksplorasi segala sumber daya yang dimilikinya. Dengan cara mencurahkan
segala daya dan kemampuanya untuk selalu berinovasi, menemukan sesuatu yang
baru dapat membantu hidupnya menjadi lebih baik. Jika umat Islam di Indonesia
tidak menggali segala kemampuanya maka ia akan tertinggal bahkan tergerus oleh
zaman yang selalu berkembang.
Inovasi pendidikan Islam merupakan suatu
hal yang sangat mendasar dan perlu segera dilaksanakan, agar dunia pendidikan
Islam kita kita dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan pembangunan bangsa di
segala bidang.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah ini, saya membatasi
pembahasan dengan beberapa pokok masalah, diantaranya:
1. Apakah definisi dan tujuan inovasi?
2. Apa penyebab lahirnya inovasi pendidikan
Islam?
3. Apa saja faktor penunjang dan penghambat dalam
proses inovasi pendidikan Islam?
4. Bagaimana Inovasi pendidikan islam bisa menuju
pendidikan islam yang utama?
5. Apa saja inovasi yang dilakukan dalam
pendidikan agama islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inovasi Pendidikan Islam
Sebelum dijelaskan tentang pengertian inovasi pendidikan
terlebih dulu akan dijelaskan arti inovasi secara umum. Kata “inovasi” berasal
dari innovation (Inggris) atau tajdid (Arab), sering di terjemahkan sebagai
suatu hal yang baru atau pembaharuan, namun ada pula yang menggunakan kata
tersebut untuk menyatakan penemuan (invention), karena hal yang baru itu
merupakan hasil penemuan. Ada juga yang mengkaitkan antara pengertian inovasi
dengan “modernisasi”, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan. Berdasarkan
beberapa pengertian dasar tersebut, kata inovasi dapat diartikan sebagai: suatu
ide, barang, kejadian, metode, yang di rasakan atau di amati sebagai suatu hal
yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) ,baik itu hasil
penemuan atau discovery.
Sedangkan istilah pendidikan Islam pada umumnya mengacu kepada
terminologi at-Tarbiyah, al-Ta’dib dan al-Ta’lim, pengertian dasarnya
menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, menjaga
kelestarian dan eksistensinya. Sedangkan secara filosofis mengisyaratkan bahwa
proses pendidikan islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah
sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia.
Jadi yang dimaksud dengan inovasi pendidikan Islam dapat
diartikan sebagai pembaharuan untuk memecahkan masalah di dalam pendidikan
Islam. Atau dengan perkataan lain, inovasi pendidikan Islam ialah suatu ide,
barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil penemuan
(invention), atau discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan atau
memecahkan masalah pendidikan Islam.
Pembaharuan atau tajdid dalam Islam atau pendidikan Islam adalah
sesuatu yang fitrah sifatnya. Islam bukanlah suatu agama yang beku dalam
pemikiran dan statis dalam amalan. Dinamika Islam memberikan ruang kepada
kreativitas. Kreativitas dalam pemikiran Islam adalah dituntut tanpa menolak
faktor syara’.
Berfikir reflektif adalah suatu keperluan krena perubahan hari
ini dan hari depan berasaskan cerminan masa lalu supaya terwujud kesinambungan
antara yang lalu dengan hari ini. Apa yang berlaku pada masa lalu memberikan
kita landasan tradisi yang baik. Upaya umat Islam mengimbangi faktor perubahan
zaman ialah kebijaksanaan menjembatani faktor tradisi yang baik dan cemerlang
dengan faktor perubahan kini yang tidak lari dari kerangka fitrah.[1]
B. Penyebab Lahirnya Inovasi Pendidikan Islam
Kejayaan Islam dalam ilmu pengetahuan mengalami kemunduran
setelah kota Baghdad yang merupakan pusat ilmu pengetahuan dihancurkan oleh
tentara Mongol pada tahun 1258. Meskipun kejayaan Islam masih berlanjut hingga
berakhirnya Turki Ustmani, namun dalam bidang ilmu pengetahuan umat Islam
mengalami kemunduran, karena umat Islam ketika itu kurang tertarik kepada
sains, sebagaimana umat Islam pada masa sebelumnya.
Umat Islam mulai sadar akan ketertinggalannya dari dunia Barat
pada sekitar abad ke-19. Negara Islam di bagian Barat dan Timur membuka mata
umat Islam untuk menyaingi Barat. Dengan demikian, jelaslah bahwa penyebab
lahirnya inovasi dalam pendidikan Islam bukan akibat adanya pertentangan antara
kaum agama dan ilmuwan sebagaimana dalam agama Kristen, melainkan karena adanya
perasaan tertinggal dari kemajuan dunia Barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai Barat telah
menggeser pandangan hidup manusia serta melahirkan terma-terma baru, seperti
nasionalisme dan pendidikan. Pendidikan merupakan sarana paling penting bukan
hanya sebagai wahana konservasi dalam arti tempat pemeliharaan, pelestarian,
penanaman, dan pewarisan nilai-nilai dari tradisi suatu masyarakat, tetapi juga
sebagai sarana kreasi yang dapat menciptakan, mengembangkan dan mentransfornasikan
umat ke arah pembentukan budaya baru. Oleh karena itu, tokoh-tokoh pembaharuan
Islam banyak menggunakan pendidikan Islam, baik yang bersifat formal,
non-formal, untuk menyadarkan umat kembali kepada kejayaan Islam seperti masa
lampau.[2]
C. Faktor Penunjang dan Penghambat Inovasi
Pendidikan Islam
Faktor penunjang terhadap inovasi pendidikan Islam yaitu:
a. Pokok-pokok pikiran tentang inovasi pendidikan
Islam yang datang dari luar negeri, juga tidak kalah pentingnya dengan
faktor-faktor yang lain. Karena, dengan pemikiran-pemikiran itulah, PAI
melakukan perubahan-perubahan materi pelajaran pendidikan Islam.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Karena dengan banyaknya referensi yang bisa di dapatkan dari
internet, maka akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Pembelajaran yang berbasis TI ini, banyak bertumpu pada
aktifitas siswa, maka guru tidak lagi sebagai satu-satunya agent of
information, melainkan lebih berperan sabagai penggerak, innovator, motivator,
dinamisator, katalisator, penghubung, fasilitator, korektor, pengaya, dan
evaluator.[3]
Disamping adanya faktor penunjang dalam usaha
mengadakan pembaharuan, tidak sedikit juga kita akan menghadapi faktor-faktor
penghambat jalannya pembaharuan pendidikan Islam ini. Faktor penghambat yang
ditemui diantaranya, yaitu:
a. Adanya pertentangan antara Ulama Muda dan
Ulama Tua yang pada akhirnya melahirkan istilah Kaum Muda dan Kaum Tua.
b. Dikotomi atau diskrit
Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi
yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, bulat dan
tidak bulat, madrasah dan non madrasah, pendidikan keagamaan dan non keagamaan
atau pendidikan agama dan pendidikan umum, demikian seterusnya.
Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran
selanjutnya dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan
akhirat, kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya
diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.
Di dalam Islam padahal tidak pernah membedakan
antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum (keduniaan), dan/atau tidak berpandangan
dikotomis mengenai ilmu pengetahuan. Namun demikian, dalam realitas sejarahnya justru
supremasi lebih diberikan pada ilmu-ilmu agama (al-‘ulum al-diniyah)
sebagai jalan tol untuk menuju Tuhan. Sehingga menyebabkan kemunduran peradaban
Islam serta keterbelakangan sains dan teknologi di dunia Islam. Hal ini terjadi
bukan saja karena faktor dari luar tapi juga banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari diri umat Islam itu sendiri, yang kurang peduli terhadap
kebebasan penalaran intelektual dan kurang menghargai kajian-kajian
rasional-empiris atau semangat pengembangan ilmiah dan filosofis..
c. Pembenturan umat Islam dengan pendidikan dan
kemajuan Barat memunculkan kaum intelektual baru (cendekiawan sekuler).
Menurut Benda (dalam Sartono Kartodirjo, ed,
1981) sebagian besar kaum intelektual baru adalah hasil pendidikan Barat yang
terlatih berpikir secara Barat. Dalam proses pendidikannya, mereka
mengalami brain washing (cuci otak) dari hal-hal yang berbau
Islam, sehingga mereka menjadi teralienasi (terasing) dari ajaran-ajaran Islam
dan muslim sendiri. Bahkan terjadi gap antara kaum intelektual baru (sekuler)
dengan intelektual lama (ulama), dan ulama dikonotasikan sebagai kaum sarungan
yang hanya mengerti soal-soal keagamaan dan buta masalah keduniawian.
Sebagai implikasinya, pengembangan pendidikan
Islam dalam arti pendidikan agama tersebut bergantung pada kemauan, kemampuan,
dan political-will dari pembinanya dan sekaligus pimpinan dari lembaga
pendidikan tersebut, terutama dalam membangun hubungan kerjasama dengan mata
pelajaran (kuliah) lainnya. Hubungan (relasi) antara pendidikan agama dengan
beberapa mata pelajaran (mata kuliah) lainnya dapat bersifat horizontal-lateral
(independent), lateral-sekuensial, atau bahkan vertical linier.
Pengertian ini menggaris bawahi pentingnya kerangka pemikiran
yang dibangun dari fundamental doctrins dan fundamental values yang tertuang
dan terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah shahihah sebagai sumber pokok,
kemudian mau menerima kontribusi dari para ahli serta mempertimbangkan konteks
historisnya. Karena itu, nilai Ilahi/agama/wahyu di dudukkan sebagai sumber
konsultasi yang bijak, sementara aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan
sebagai nilai insani yang mempunyai relasi horizontal-lateral atau
lateral-sekuensial, tetapi harus berhubungan vertical-linier dengan nilai
ilahi/agama.
Melalui upaya semacam itu maka sistem pendidikan Islam
diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai
agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki kematangan professional, dan sekaligus
hidup di dalam nilai-nilai agama.
D. Inovasi Pendidikan Islam Menuju Pendidikan
Islam Yang Utama
Menurut Prof. Dr. Taha Jabir , seorang tokoh ilmuan Islam
menyebutkan umat Islam berada di tiga persimpangan. Persimpangan tersebut
yaitu:
a) Terus menggunakan ilmu-ilmu yang sifatnya
tradisional dengan metodologinya. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan
authentic atau kekal seaslinya.
b) Umat Islam berhadapan dengan faktor perubahan
zaman yang dikatakan modern yaitu berlakunya dinamika ilmu dikembangkan dengan
menggunakan kekuatan metodologi terkini. Pendekatan ini disebut sebagai
pendekatan modernistik.
c) Umat Islam perlu menyaring asas tradisi,
memilih asas-asas prinsipnya dan mengolahnya kemudian menggunakan pendekatan
terkini, supaya faktor perubahan berlaku tanpa menghilangkan maksud keaslian
dan tradisinya. Ini disebut sebagai pendekatan eklektik. Pendekatan eklektik
belum begitu berkembang dan sering menerima kritik. Pengkritik yang cenderung
kepada asas epistemologi atau asas-usul ilmu sering tidak setuju sementara yang
lain merasakan suatu kewajaran kerena meskipun metodologinya dinamik, prinsip
dan ruh ilmu dan pendidikan tetap tidak berubah.
Hal ini senada dengan salah satu prinsip pendidikan Islam yang
dikemukakan oleh Muhammad Munir Mursi dalam bukunya Al-Tarbiyah
al-Islamiyah Ushuluha wa Tathawuruha fi al-Bilad al-Arabiyah, “Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang terbuka”. Hal ini dipahami bahwa Islam merupakan
agama Samawi, yang memiliki nilai-nilai absolute dan universal, namun masih
mengakui keberadaan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat. Islam mempunyai
pandangan, tidak semua nilai yang telah membudaya dalam kehidupan masyarakat,
diterima atau ditolak.
Sikap Islam dalam menghadapi tata nilai masyarakat, agar
tercapainya inovasi pendidikan islam menuju pendidikan islam yang utama di
dasarkan pada lima macam klasifikasi yaitu:
1) Memelihara unsur-unsur nilai dan norma yang
sudah mapan dan positif.
2) Menghilangkan unsur-unsur nilai dan norma yang
sudah mapan tetapi negatif.
3) Menumbuhkan unsur-unsur nilai dan norma baru
yang belum ada dan dianggap positif.
4) Bersikap menerima (receptive), memilih
(selective), mencerna (digestive), menggabung-gabungkan dalam satu sistem
(assimilative), dan menyampaikan pada orang lain (transmissive) terhadap nilai
pada umumnya.
Berdasarkan fenomena di atas maka perlu adanya gagasan
baru/pembaharuan (inovasi) pendidikan Islam di Indonesia dalam masa yang akan
datang antara lain: perlu mengubah dan mengembangkan paradigma lama menjadi
paradigma baru. Jadi kita harus mau meninggalkan yang sudah tidak sesuai
(relevan) dengan tuntutan era informasi dan demokrasi. Perlu mengembangkan
nilai-nilai lama yang sekiranya masih dapat di manfaatkan dan menciptakan
pandangan baru yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Untuk itu perlu adanya tawaran gagasan-gagasan untuk menata
ulang pemikiran sistem pendidikan nasional. Meskipun pendidikan mempunyai
banyak nama dan wajah, seperti pendidikan keluarga, sekolah, masyarakat, pondok
pesantren, program diploma, dan lainnya. Namun pada hakekatnya pendidikan
adalah mengembangkan semua potensi daya manusia menuju kedewasaan sehingga
mampu hidup mandiri dan mampu pula mengembangkan tata kehidupan bersama yang
lebih baik sesuai dengan tantangan atau kebutuhan zamannya. Dengan kata lain
bahwa hakekat pendidikan adalah mengembangkan human dignity yaitu
harkat dan martabat manusia atau humanizing human, yaitu memanusiakan manusia
sehingga benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.
E. Beberapa innovasi yang dilakukan dalam pendidikan agama islam
Inovasi yang dilakukan dalam pendidikan agama islam adalah:
1. Inovasi dalam proses pembelajaran
Proses belajar mengajar harus didasaskan pada prinsip belajar
siswa aktif (Student active learning). Lebih menekankan pada proses
pembelajaran dan bukan mengajar. Proses pembelajaran di dasarkan pada learning
kompetensi yaitu peserta didik akan memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap,
wawasan dan penerapannya sesuai dengan kriteria atau tujuan pembelajaran.
Proses beelajar diorientasikan pada pengembangan kepribadian yang optimal dan
didasarkan pada nilai-nilai ilahiyah. Menurut prinsip ini, peserta didik diberi
kesempatan untuk secara aktif merealisaikan segala potensi bawaan kearah tujuan
yang diinginkan yaitu menjdi manusia muslim yang berkualitas.[4]
2. Inovasi dalam evaluasi pembelajaran
Pendidkan agama islam tidak hanya menekankan pada penilaian
secara kognitif melainkan penilaian secara praktek atau pengaplikasian dalam
kehidupan. Pendidkan yang efektif sebaiknya menekankan pemahaman konsep dan
kemampuan di bidang kognitif, ketrampilan, sosial dan efektif. Evaluasi
pembelajaran dilakukan secara terpadu yang di dalamnya menitikberatkan pada
praktek atau pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
KESIMPULAN
Inovasi pendidikan Islam pada dasarnya
bersifat terbuka, demokrasi dan universal. Tetapi keterbukaan pendidikan Islam
bukan berarti tidak disertai dengan fleksibelitas untuk mengadopsi (menyerap)
unsur-unsur positif dari luar, sesuai perkembangan dan kepentingan
masyarakatnya, dengan tetap menjaga dasar-dasarnya yang orginal (shahih) yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Hal ini ditulis dalam sebuah postulat
yang popular “Melestarikan nilai-nilai lama yang positif dan mengambil
nilai-nilai yang baru yang lebih positif”. Keterbukaan seperti inilah yang
memungkinkan pembharuan (inovasi) dalam pendidikan Islam, bukan saja karena
tuntutan zaman, tetapi bersamaan dengan itu pembaharuan diperlukan karena hajat
untuk memperbaiki kemaslahatan kaum muslimin sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar