BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pengetahuan tentang hakikat manusia merupakan bagian amat esensial,
karena dengan pengetahuan tersebut dapat diketahui tentang kedudukan dan
perannya dialam semesta ini. pengetahuan ini sangat pentinga karena dalam
proses pendidikan manusia bukan saja sebagai objek tetapi sebagai subjek,
sehingga pendekatan yang harus dilakukan dan aspek yang diperlukan dapat
direncanakan secara matang.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa itu
manusia?
2.
Bagaimana
proses penciptaan manusia?
3.
Bagaimana
hakikat manusia?
4.
Bagaimana
pandangan islam terhadap manusia?
C.
Tujuan masalah
1.
Untuk
mengatahui tentang manusia!
2.
Untuk
mengatahui proses penciptaan manusia!
3.
Untuk
mengatahui bagaimana proses penciptaan manusia!
4.
Untuk
mengatahui pandangan islam terhadap manusia!
BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT MANUSIA
DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Manusia
Islam memandang manusia tidak secara parsial seperti pandangan
ilmuan tetapi secra konprehensif. hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek
yaitu:
1.
ditinjau dari nama yang digunakan
Ada tiga kata
yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan makna manusia, yaitu al-basyar ( البشر ), al-insan ( الانسان ), dan al-nas
( النا س ).[1]
a. Kata al-basyar dinyatakan
dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi,
al-basyar berarti kulit kepala,
wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. penamaan ini
menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada
kulitnya, disbanding rambut atau bulunya.
Al-basyar juga dapat diartikan mulamasah
( ملمسه ), yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan. makna
etimologis ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk biologis yang
memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks,
keamanan,kebahagiaan, dan lain-lain sebagainya.
b. Kata al-insan dinyatakan
dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi,
al-insan dapat diartikan harmonis,
lemah lembut, tampat, dan pelupa.
Kata al-insan digunakan
al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani, dan
rohani. Perpaduan antara aspek fisik dan psikis telah menbantu manusia untuk
mengekspirasikan dimensi al-insan al-
bayan, sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahuai baik dan
buruk, mengembangkan ilmu dan peradaban, dan lain sebagainya. Kata al-insan juga digunakan al-Qur’an untuk
menjelaskan sifat umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan mausia. Hal ini
terlihat dari firman-firman Allah dalam al-Qur’an, seperti:
1.
Tidak semua
cita-cita yang diinginkan manusia berhasil dengan hanya usahanya, bila Allah
tidak menginginkannya. Terlihat secara jelas adanya unsur keterlibatan Tuhan
dalam realitas apa yang dicita-citakan dan kelemahan manusia sebagai makhluk
pada sisi yang lainnya
2.
Gembira bila
dapat nikmat, serta susah bila dapat cobaan. Kesemuaan ini terjadi karena
manusia sering melupakan nikmat yang diberikan Allah (ingkar nikmat).
3.
Manusia sering
bertindak bodoh dan zalim, baik terhadap dirinya dan manusia maupun makhluk
Allah lainnya.
4.
Manusia sering
kali ragu dan memutuskan persoalan sikap
5.
Manusia bila
mendapat suatu kenikmatan materi, sering kali lupa diri dan kikir.
6.
Manusia adalah
makhluk yang lemah, gelisah, dan tergesa-gesa.
7.
Kewajiban
manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya
8.
Kewajiban Allah
agar manusia waspada terhadap bujukan oaring-orang munafik, adanya kebangkitan
dari alam kubur, dan memperhatikan makanannya.[2]
Kata al-insan digunakan juga dalam al-Qur’an untuk menunjukkan
proses kejadian manusia sesudah adam. Dari pemaknaan manusia yang digunakan
Allah melalui kata Al-insan, terlihat sesungguhnya manusia merupakan makhluk
Allah yang memiliki sifat-sifat manusiawi yang bernlai positif dan bernilai
negatif. agar manusia bisa selamat dan mampu memfungsikan tugas dan
kedudukannya dimuka bumi dengan baik, maka manusia harus senantiasa mengarahkan
seluruh aktifitasnya , baik fisik maupun psikis sesuai dengan nilai-nilai
islam.
c.
Kata al-nas dinyatakan dalam al-Qur’an
sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat.
kata al-nas menunjukkan
pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secra keseluruhan, tanpa
terlihat status keimanan atau kekafiran.
Secara umum, penggunaan kata al-nas
memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti
jangan bersifat kikir dan ingkar nikmat, riya’, tidak menyembah dan meminta
pertolongaan selain padanya, larangan berbuat zalim, mengingatkan manusia akan
adanya ancaman dari kaum yahudi dan musyrik, semua amal manusia akan dibalas
kelak diakhirat, sebagai konsekuensi dari perbuatannya dimuka bumi, manusia
merupakan objek utama ajaran islam, kewajiban menjaga keharmonisan sosial
antara sesamanya, menjadikan ka’bah sebagai pusat peribadatan umat islam, dan
penjelasan Allah terhadap kebebasan-nya melalui fenomena alam semesta, agar
manusia bisa mengambil pelajaran dan menambah keimanannya pada khaliqnya.
2.
Ditinjau dari kedudukan manusia
a.
Manusia sebagai
hamba Allah (‘adb Allah)
b.
Manusia sebagai
khalifah Allah fi al-Ardh. [3]
B.
Proses Penciptaan Manusia
Pada hakikatnya, penciptaan manusia dapat ditinjau dari dua asal
pendekatan, yaitu; pertama, asal
jauh, proses Nabi Adam yang tercipta dari tanah. Kedua, asal dekat, proses penciptaan manusia pasca Adam (keturunan
Adam) yang tercipta dari nutfah, dan
kemudian mengalami proses panjang dan bertahap. Allah berfirman dalam QS. 32:
7-9:
üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz (
r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ ¢OèO @yèy_ ¼ã&s#ó¡nS `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ä!$¨B &ûüÎg¨B ÇÑÈ ¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmÏù `ÏB ¾ÏmÏmr (
@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4
WxÎ=s% $¨B crãà6ô±n@ ÇÒÈ
Artinya:
‘’yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan
yang memulai penciptaan manusia dari tanah. kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari saripati air yang hina. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya
dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.’’
Analisis literer dari ayat diatas menunjukkan bahwa penciptaan
manusia mengandung bagian atau komponen dan proses, yaitu adanya pencipta,
adanya bahan (materi), cara atau metode penciptaan, transpormasi dan model
khusus dari hasil akhir.[4] Firman Allah seperti dibawah ini dapat
dijadikan pandangan dasar yaitu: dalam QS. Al-mukminuun: 12, 13, 14).
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ
نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣) ثُمَّ خَلَقْنَا
النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا
فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ
أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)
Artinya
dan
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah . kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Ayat diatas menunjukkan bagaimana manusia berproses dalam
pertumbuhan biologisnya sejak dalam periode pra-natal, sehingga menjadi bentuk
manusia yang sempurna. Proses demikian adalah dilihat dari segi biologis, merupakan
suatu yang alamiah sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu biologi modern sekarang.
Apa yang terkandung dalam sabda Nabi dibawah ini adalah menunjukkan
bahwa secara biologis manusia berkembang melalui proses pendidikan yang artinya:
‘’Berkata Anas: ‘’Bersabda Nabi saw, anak setelah hari
ketujuh dari kelahirannya disembelihkan ‘aqiqah dan diberi nama dan dicukur
rambutnya, setelah usia enam tahun ia dididik untuk berperilaku sopan santun;
setelah usia Sembilan tahun tempat tidurnya dipisah dari orang tuanya; bila
telah berusia 13 tahun ia harus dipukul bila tidak menjalankan sholat, dan
setelah berusia 16 tahu ia harus dikawinkan oleh ayahnya, lalu ayahnya berjabatan tangan dengannya seraya
mengatakan: ‘’Saya telah mendidik kamu, mengajar dan mengawini kamu, saya
memohon kepada Tuhan supaya saya dijauhkan dari fitnahmu didunia dan disiksamu
diakhirat.’’[5]
Sabda Nabi diatas dapat dijadikan landasan
bahwa dalam pembinaan jiwa, manusia, diperlukan proses kependidikan secara bertahap
dari mulai sejak mempengaruhi jiwanya secara psikologis sampai dengan
mengamalkan perilaku yang diajarkan.
C.
Hakikat Manusia
Ilmu yang menyelidiki dan memandang manusia dari segi fisik
“Antropologi Fisik”.Yang memandang manusia dari sudut pandangan budaya disebut
“Antropologi Budaya”. Sedangkan yang memandang manusia dari segi “ada”nya atau
dari segi “hakikat”nya disebut “Antropologi Filsafat”. Memikirkan dan
membicarakan mengenai hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tak
henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang
mendasar tentang manusia yaitu Apa, dari mana dan kemana manusia itu
Berbicara mengenai apa manusia itu, ada 4 aliran yaitu[6]:
a.
Aliran serba
zat
Mengatakan
bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Zat atau materi
itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia
adalah unsur dari alam. Maka dari itu hakikat manusia itu adalah zat atau
materi. Manusia sebagai makhluk materi, maka pertumbuhannya berproses dari
materi juga. Sel telur dari sang ibu bergabung dengan sel sperma dari sang
ayah, tumbuh menjadi janin yang akhirnya kedunia sebagai manusia. Adapun apa
yang disebut Ruh atau jiwa pikiran, perasaan(tanggapan, kemauan, kesadaran,
ingatan, khayalan, asosiasi, penghayatan dan sebagainya) dari zat atau materi yaitu sel-sel tubuh.
Oleh karena itu manusia sebagai materi, maka keperluan-keperluannya juga
bersifat materi, ia mendapatkan kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya dari
materi, maka terbentuklah suatu sikap pandangan yang materialistis.
b.
Aliran serba
ruh
Berpendapat
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah “Ruh”, Juga hakikat
manusia adalah ruh. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga
tidak dapat disentuh atau dilihat oleh panca indra. Jadi berlawanan dengan zat
yang menempati ruang betapapun kecilnya zat itu. Dasar pikiran dari aliran ini
adalah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari ada materi. Hal
ini dapat kita buktikan sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Aliran dualisme
Mencoba untuk
mengawinkan kedua aliran tersebut diatas. Aliran ini menganggap bahwa manusia
itu pada hakatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan
dan ruh. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya
tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga
sebaliknya ruh tidak berasal dari badan.
Berdasarkan
kenyataan bahwa manusia itu mempunyai badan jasmani dan mempunyai roh, iwa atau
rohani, ada beberapa pandangan tentang badan manusia:
1.
Pandangan
idealisis tentang badan manusia
Pandangan ini
mengatakan bahwa badan adalah sinar dari roh. Dalah hal ini roh diibaratkan
sebagai listrik, badan adalah cahaya. Badan dan roh tidak pernah bertentangan
satu sama lain. Badan seolah-olah tidak ada, yang ada hanyalah roh.
2.
Pandangan materialistis
tentang badan manusia.
Pandangan ini
dengan tegas mengatakan yang ada hanya
badan. Orang tidak perlu berfiir lebih lanjut apa dibalik badan itu. Yang
tampak pada kita ialah bahwa manusia berbadan yang bersifat materi, yang
terdiri dari darah, daging, tulang dan sebagainya seperti makhluk-makhluk hidup
yang lain. Dengan begitu kesenangan, kebahagian atau sukarianya tidak dapat
dilepaskan dari barang materi. Jadi seluruh manusia itu adalah jasmani.
3.
Pandangan
ketiga ini berpendapat bahwa badan adalah merupakan musuh dari roh. Antara
badan dan roh selalu bertentangan satu sama lain. Badan dianggap menarik
kebawah kejahatan. Pandangan ini biasanya juga dualistis artinya tidak
memandang badan dan jiwa sebagai satu hal yang ada, melainkan sebagai dua hal
yang berdiri sendiri.
4.
Pandangan
keempat ini memandang badan manusia sebagai jasmani yang di “rohani”kan, atau
rohani yang di “jasmani”kan. Badan bukan hanya materi. Daging kita tidak sama
dengan daging sapi atau kambing. Pancaindera kita tidak sama dengan panca
indera hewan. Jadi kejasmanian manusia itu dengan segala-galanya, jika dilihat
kedudukannya dari keseluruhan manusia, tidak sama dengan kejasmanian hewan.
Sebab jasmani manusia adalah jasmani yang dirohanikan atau dalam jasmani
manusia itu ruh-lah yang menjasmani.
Dari sumber lain mengatakan manusia adalah makhluk ciptaan
Allah yang paling mulia diantara makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab itu manusia
diharuskan mengenal siapa yang menciptakan dirinya sebelum mengenal lainnya.[7]Maka
hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenaga
dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Makhluk yang dalam proses menjadi
berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
c.
Individu
yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati.
d. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah
makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
e.
Individu
yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia
tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di
dalam lingkungan sosial.
D.
PANDANGAN ISLAM
TENTANG KEDUDUKAN MANUSIA[8]
1.
Manusia sebagai
pemanfaat dan penjaga kelestarian alam
Tuhan telah
melengkapi manusia dengan potensi-potensi rohaniah yang lebih dari
makhluk-makhluk hidup yang lain, terutama potensi akal, maka pada manusia juga
dibebani tugas, disamping tugas untuk memanfaatkan alam ini dengan sebaik-baiknya
juga tugas untuk memelihara dan melestarikan alam ini dan dilarang untuk
merusaknya.
فَإِذَا قُضِيَتِ
الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا
اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٠)
Artinya:
“Maka apabila telah
selesai mengerjakan sembahyang, hendaklah kamu bertebaran di muka bumi ini dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyak,mudah-mudahan kamu
peroleh kemenangan.” (QS. Al-Jumah:10)
…..كُلُوا
وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ (٦٠)
Artinya:
“Makanlah kamu
dan minumlah kamu daripada rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat bencana diatas bumi.” (QS. Al-baqarah:60)
2.
Manusia sebagai
peneliti alam dan dirinya untuk mencari tuhan
Allah
memerintahkan pada manusia agar menggunakan akalnya, untuk mempelajari alam
semesta dan dirinya sendiri, kecuali untuk kemanfaatan hidupnya, juga untuk
dapat menggunakan nama Tuhannya yang telah menciptakan dirinya (beriman kepada
Allah).
Firman Allah:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ
مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ
وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ (١٦٤)
Artinya:
“Sesunguhnya pada penciptaan sekalian langit dan bumi, dan
pergantian malam dan siang, dan bahtera yang berlayar di lautan membawa yang
bermanfaat bagi manusia dan apapun yang diturunkan oleh Allah dari langit
daripada air, sehingga hiduplah bumi sesudah matinya, dan berkembang biaklah
padanya dari tiap-tiap yang melata, dan perkisaran angin dan awan yang terkendali
diantara langit dan bumi, semuanya itu adalah tanda-tanda kebesaran Allah bagi
kaum yang berakal.” (QS. Al-baqarah : 164)
ª!$#ur /ä3s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜR ¢OèO ö/ä3n=yèy_ %[`ºurør& 4
$tBur ã@ÏJøtrB ô`ÏB 4Ós\Ré& wur ßìÒs? wÎ) ¾ÏmÏJù=ÏèÎ/ 4
$tBur ã£Jyèã `ÏB 9£JyèB wur ßÈs)Zã ô`ÏB ÿ¾ÍnÌßJãã wÎ) Îû A=»tFÏ. 4
¨bÎ) y7Ï9ºs n?tã «!$# ×Å¡o ÇÊÊÈ
Artinya:
“Allah yang menjadikan kamu daripada tanah, kemudian itu daripada
air mani, lantas dijadikan-Nya kamu berpasang-pasangan. Tidak adalah yang
dikandung perempuan dan yang dilahirkannya, melainkan dengan pengetahuan Allah.
Begitu pula tidak ada umur seorang panjang dan tidak pula kurang, melainkan
semuanya itu termaktub dalam kitab Allah. Sesungguhnya yang demikian itu mudah
bagi-Nya.” (QS. Al-fathir:11)
3.
Manusia sebagai
khalifah (penguasa) di muka bumi
Manusia diberi
kedudukan oleh Tuhan sebagai penguasa, pengatur kehidupan di muka bumi ini.
Firman Allah:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ
فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ
الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (١٦٥)
Artinya:
“Dialah yang menetapkan kamu menjadi khalifah-khalifah di muka
bumi, dan ditinggikannya sebagian kamu daripada yang sebagian beberapa derajat
untuk mencobaimu dari hal apa saja yang diberikan-Nya padamu. Sesungguhnya
siksaan Tuhan engkau amat lekas dan sesungguhnya Tuhan Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. Al-An’am:165)
4.
Manusia sebagai
makhluk yang paling tinggi dan paling mulia
Firman Allah:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)
Artinya:
“Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baik
kejadian.” (QS. At-thin:4)
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ
خَلَقْنَا تَفْضِيلا (٧٠)
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak Adam dan kami beri
mereka kendaraan di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki yang baik-baik
dan Kami benar-benar melebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (QS. Al-isra’:70)
5.
Manusia sebagai
hamba Allah
Kedudukan
sebagai hamba Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan
makhluk-makhluk lainnya.
Firman Allah:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦)
Artinya:
“Tidaklah aku
ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.”
(QS.Adz-Dzariyat:56)
…وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ
يُرْجَعُونَ (٨٣)
Artinya:
“Dan kepada-Nya
lah menyerah diri apa-apa yang dilangit dan di bumi suka dan dengan terpaksa
dan kepada-Nya mereka akan dikembalikan.” (QS.Ali Imran:83)
6.
Manusia sebagai
makhluk yang bertanggung jawab.
Setelah dengan kemampuan
akalnya manusia meneliti dunianya dan dirinya sendiri, dan kemudian mengerti
bahwa hakikat diciptakannya manusia dan alam semesta ini semata-mata untuk
menyembah kepada Tuhan, maka sebagai konsekuensi diberikan kedudukan yang
istimewa oleh Tuhan pada manusia seperti tersebut diatas, maka manusia juga
dituntut untuk bertanggung jawab terhadap apa-apa yang dilakukan diatas dunia
ini, kelak di akhirat.
Firman Allah:
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (٨)
Artinya:
“Kemudian, sesungguhnya kamu akan diperiksa di hari itu dari segala
nikmat yang telah kamu terima.” (QS.At-Takatsur:8)
يَوْمَ
تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ (٢٤)يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ
أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ (٢٥)
Artinya:
“Pada hari itu, lidah, tangan dan kaki mereka sendiri akan menjadi
saksi atas perbuatan-perbuatan yang elah mereka lakukan. Pada hari itu Allah
akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang setimpal dan tahulah
mereka bahwa Allah itulah yang benar dan Ia telah cukup memberikan keterangan”.
(QS. An-Nur:24-25)
7.
Manusia sebagai
makhluk yang dapat dididik dan mendidik
Manusia sebagai
makhluk yang dapat dididik dapat dipahami dari firman Allah sebagai berikut:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا…
Artinya:
“Dan tuhan mengajarkan kepada Adam nama-nama segalanya”.
(QS.A-Baqarah:31)
Sedangkan manusia
sebagai makhluk mendidik, dapat dipahami dari firman Allah yang mengisahkan
bagaimana Luqman mengajar anaknya sebagai berikut:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا
تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (١٣)
Artinya:
“Perhatikanlah ketika berkata Luqman kepada anaknya sedang ia
memberi pelajaran kepadanya, katanya: Hai anakku, janganlah engkau menyekutukan
Allah. Sesungguhnya menyekutukan Allah itu keaniayaan yang besar.”
(QS.Luqman:13)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Islam memandang manusia tidak memendang manusia tidak secara parsial
seperti pandangan ilmuan tetapi secra konprehensif. hal ini dapat diliahat dari
beberapa aspek:
1.
Ditinjau dari
nama yang digunakan
2.
Ditinjau dari kedudukan manusia
a.
Manusia sebagai
hamba allah (‘adb allah)
b.
Manusia sebagai
khalifah allah fi al-ardh.
Pada hakikatnya, penciptaan manusia dapat ditinjau dari dua asal
pendekatan, yaitu; pertama, asal
jauh, proses Nabi Adam yang tercipta dari tanah. Kedua, asal dekat, proses penciptaan manusia pasca Adam (keturunan
Adam) yang tercipta dari nutfah.
B.
SARAN
Dalam penulisan
makalah ini kami akui memang jauh dari
sempurna. Jadi kami sarankan untuk memperdalam masalah ini bisa di cari
berbagai sumber bacaan ilmu-ilmu pengetahuan atau makalah-makalah yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1996)
https://updateberitamu.wordpress.com/2014/10/10/makalah-proses-penciptaan-manusia-menurut-islam/
Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Samsul Nizar, Dasar Dasar
Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001),
Sudono Syueb, Buku
Pintar Agama Islam, (Percetakan Bushido Indonesia: Delta Media, 2011)
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam.
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995).
[1] Samsul Nizar, Dasar Dasar
Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hal.44
[2] ibid. hal.44-50
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.10
[4] opcit. hal.53
[5] Arifin, Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1996), hal. 60
[7] Sudono
Syueb, Buku Pintar Agama Islam, (Percetakan Bushido Indonesia: Delta
Media, 2011), hal: 70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar