A L

ardhi.lizet@yahoo.com @ardhi_lizet ardhi.lizet@gmail.com

Rabu, 15 Juli 2015

HAKIKAT MANUSIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pengetahuan tentang hakikat manusia merupakan bagian amat esensial, karena dengan pengetahuan tersebut dapat diketahui tentang kedudukan dan perannya dialam semesta ini. pengetahuan ini sangat pentinga karena dalam proses pendidikan manusia bukan saja sebagai objek tetapi sebagai subjek, sehingga pendekatan yang harus dilakukan dan aspek yang diperlukan dapat direncanakan secara matang.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa itu manusia?
2.      Bagaimana proses penciptaan manusia?
3.      Bagaimana hakikat manusia?
4.      Bagaimana pandangan islam terhadap manusia?

C.    Tujuan masalah
1.      Untuk mengatahui tentang manusia!
2.      Untuk mengatahui proses penciptaan manusia!
3.      Untuk mengatahui bagaimana proses penciptaan manusia!
4.      Untuk mengatahui pandangan islam terhadap manusia!














BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT MANUSIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

A.    Pengertian Manusia
Islam memandang manusia tidak secara parsial seperti pandangan ilmuan tetapi secra konprehensif. hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:

1.      ditinjau dari nama yang digunakan
Ada tiga kata yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan makna manusia, yaitu al-basyar (  البشر  ), al-insan (  الانسان   ), dan al-nas ( النا س  ).[1]
a.       Kata al-basyar dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi, al-basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya, disbanding rambut atau bulunya. Al-basyar juga dapat diartikan mulamasah (  ملمسه  ), yaitu persentuhan kulit  antara laki-laki dengan perempuan. makna etimologis ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk biologis yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan,kebahagiaan, dan lain-lain sebagainya.
b.      Kata al-insan dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampat, dan pelupa.
Kata al-insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani, dan rohani. Perpaduan antara aspek fisik dan psikis telah menbantu manusia untuk mengekspirasikan dimensi al-insan al- bayan, sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahuai baik dan buruk, mengembangkan ilmu dan peradaban, dan lain sebagainya. Kata al-insan juga digunakan al-Qur’an untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan mausia. Hal ini terlihat dari firman-firman Allah dalam al-Qur’an, seperti:
1.      Tidak semua cita-cita yang diinginkan manusia berhasil dengan hanya usahanya, bila Allah tidak menginginkannya. Terlihat secara jelas adanya unsur keterlibatan Tuhan dalam realitas apa yang dicita-citakan dan kelemahan manusia sebagai makhluk pada sisi yang lainnya
2.      Gembira bila dapat nikmat, serta susah bila dapat cobaan. Kesemuaan ini terjadi karena manusia sering melupakan nikmat yang diberikan Allah (ingkar nikmat).
3.      Manusia sering bertindak bodoh dan zalim, baik terhadap dirinya dan manusia maupun makhluk Allah lainnya.
4.      Manusia sering kali ragu dan memutuskan persoalan sikap
5.      Manusia bila mendapat suatu kenikmatan materi, sering kali lupa diri dan kikir.
6.      Manusia adalah makhluk yang lemah, gelisah, dan tergesa-gesa.
7.      Kewajiban manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya
8.      Kewajiban Allah agar manusia waspada terhadap bujukan oaring-orang munafik, adanya kebangkitan dari alam kubur, dan memperhatikan makanannya.[2]

Kata al-insan digunakan juga dalam al-Qur’an untuk menunjukkan proses kejadian manusia sesudah adam. Dari pemaknaan manusia yang digunakan Allah melalui kata Al-insan, terlihat sesungguhnya manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki sifat-sifat manusiawi yang bernlai positif dan bernilai negatif. agar manusia bisa selamat dan mampu memfungsikan tugas dan kedudukannya dimuka bumi dengan baik, maka manusia harus senantiasa mengarahkan seluruh aktifitasnya , baik fisik maupun psikis sesuai dengan nilai-nilai islam.
c.       Kata al-nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat.
kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secra keseluruhan, tanpa terlihat status keimanan atau kekafiran.
Secara umum, penggunaan kata al-nas memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti jangan bersifat kikir dan ingkar nikmat, riya’, tidak menyembah dan meminta pertolongaan selain padanya, larangan berbuat zalim, mengingatkan manusia akan adanya ancaman dari kaum yahudi dan musyrik, semua amal manusia akan dibalas kelak diakhirat, sebagai konsekuensi dari perbuatannya dimuka bumi, manusia merupakan objek utama ajaran islam, kewajiban menjaga keharmonisan sosial antara sesamanya, menjadikan ka’bah sebagai pusat peribadatan umat islam, dan penjelasan Allah terhadap kebebasan-nya melalui fenomena alam semesta, agar manusia bisa mengambil pelajaran dan menambah keimanannya pada khaliqnya.

2.      Ditinjau dari kedudukan manusia
a.       Manusia sebagai hamba Allah (‘adb Allah)
b.      Manusia sebagai khalifah Allah fi al-Ardh. [3]

B.     Proses Penciptaan Manusia
Pada hakikatnya, penciptaan manusia dapat ditinjau dari dua asal pendekatan, yaitu; pertama, asal jauh, proses Nabi Adam yang tercipta dari tanah. Kedua, asal dekat, proses penciptaan manusia pasca Adam (keturunan Adam) yang tercipta dari nutfah, dan kemudian mengalami proses panjang dan bertahap. Allah berfirman dalam QS. 32: 7-9:

üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz ( r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ   ¢OèO Ÿ@yèy_ ¼ã&s#ó¡nS `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ä!$¨B &ûüÎg¨B ÇÑÈ   ¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ¾ÏmÏmr ( Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4 WxÎ=s% $¨B šcrãà6ô±n@ ÇÒÈ  
Artinya:  
‘’yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Analisis literer dari ayat diatas menunjukkan bahwa penciptaan manusia mengandung bagian atau komponen dan proses, yaitu adanya pencipta, adanya bahan (materi), cara atau metode penciptaan, transpormasi dan model khusus dari hasil akhir.[4]  Firman Allah seperti dibawah ini dapat dijadikan pandangan dasar yaitu: dalam QS. Al-mukminuun:  12, 13, 14).

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)  ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)  ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)

Artinya
dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah . kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

Ayat diatas menunjukkan bagaimana manusia berproses dalam pertumbuhan biologisnya sejak dalam periode pra-natal, sehingga menjadi bentuk manusia yang sempurna. Proses demikian adalah dilihat dari segi biologis, merupakan suatu yang alamiah sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu biologi modern sekarang.
Apa yang terkandung dalam sabda Nabi dibawah ini adalah menunjukkan bahwa secara biologis manusia berkembang melalui proses pendidikan yang artinya:
‘’Berkata Anas: ‘’Bersabda Nabi saw, anak setelah hari ketujuh dari kelahirannya disembelihkan ‘aqiqah dan diberi nama dan dicukur rambutnya, setelah usia enam tahun ia dididik untuk berperilaku sopan santun; setelah usia Sembilan tahun tempat tidurnya dipisah dari orang tuanya; bila telah berusia 13 tahun ia harus dipukul bila tidak menjalankan sholat, dan setelah berusia 16 tahu ia harus dikawinkan oleh ayahnya, lalu ayahnya berjabatan tangan dengannya seraya mengatakan: ‘’Saya telah mendidik kamu, mengajar dan mengawini kamu, saya memohon kepada Tuhan supaya saya dijauhkan dari fitnahmu didunia dan disiksamu diakhirat.’’[5]

Sabda Nabi diatas dapat dijadikan landasan bahwa dalam pembinaan jiwa, manusia, diperlukan proses kependidikan secara bertahap dari mulai sejak mempengaruhi jiwanya secara psikologis sampai dengan mengamalkan perilaku yang diajarkan.

C.    Hakikat Manusia
Ilmu yang menyelidiki dan memandang manusia dari segi fisik “Antropologi Fisik”.Yang memandang manusia dari sudut pandangan budaya disebut “Antropologi Budaya”. Sedangkan yang memandang manusia dari segi “ada”nya atau dari segi “hakikat”nya disebut “Antropologi Filsafat”. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tak henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar tentang manusia yaitu Apa, dari mana dan kemana manusia itu
Berbicara mengenai apa manusia itu, ada 4 aliran yaitu[6]:
a.       Aliran serba zat
Mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu hakikat manusia itu adalah zat atau materi. Manusia sebagai makhluk materi, maka pertumbuhannya berproses dari materi juga. Sel telur dari sang ibu bergabung dengan sel sperma dari sang ayah, tumbuh menjadi janin yang akhirnya kedunia sebagai manusia. Adapun apa yang disebut Ruh atau jiwa pikiran, perasaan(tanggapan, kemauan, kesadaran, ingatan, khayalan, asosiasi, penghayatan dan sebagainya)  dari zat atau materi yaitu sel-sel tubuh. Oleh karena itu manusia sebagai materi, maka keperluan-keperluannya juga bersifat materi, ia mendapatkan kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya dari materi, maka terbentuklah suatu sikap pandangan yang materialistis.


b.      Aliran serba ruh
Berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah “Ruh”, Juga hakikat manusia adalah ruh. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tidak dapat disentuh atau dilihat oleh panca indra. Jadi berlawanan dengan zat yang menempati ruang betapapun kecilnya zat itu. Dasar pikiran dari aliran ini adalah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari ada materi. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

c.       Aliran dualisme
Mencoba untuk mengawinkan kedua aliran tersebut diatas. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal dari badan.
Berdasarkan kenyataan bahwa manusia itu mempunyai badan jasmani dan mempunyai roh, iwa atau rohani, ada beberapa pandangan tentang badan manusia:
1.      Pandangan idealisis tentang badan manusia
Pandangan ini mengatakan bahwa badan adalah sinar dari roh. Dalah hal ini roh diibaratkan sebagai listrik, badan adalah cahaya. Badan dan roh tidak pernah bertentangan satu sama lain. Badan seolah-olah tidak ada, yang ada hanyalah roh.
2.      Pandangan materialistis tentang badan manusia.
Pandangan ini dengan tegas  mengatakan yang ada hanya badan. Orang tidak perlu berfiir lebih lanjut apa dibalik badan itu. Yang tampak pada kita ialah bahwa manusia berbadan yang bersifat materi, yang terdiri dari darah, daging, tulang dan sebagainya seperti makhluk-makhluk hidup yang lain. Dengan begitu kesenangan, kebahagian atau sukarianya tidak dapat dilepaskan dari barang materi. Jadi seluruh manusia itu adalah jasmani.
3.      Pandangan ketiga ini berpendapat bahwa badan adalah merupakan musuh dari roh. Antara badan dan roh selalu bertentangan satu sama lain. Badan dianggap menarik kebawah kejahatan. Pandangan ini biasanya juga dualistis artinya tidak memandang badan dan jiwa sebagai satu hal yang ada, melainkan sebagai dua hal yang berdiri sendiri.
4.      Pandangan keempat ini memandang badan manusia sebagai jasmani yang di “rohani”kan, atau rohani yang di “jasmani”kan. Badan bukan hanya materi. Daging kita tidak sama dengan daging sapi atau kambing. Pancaindera kita tidak sama dengan panca indera hewan. Jadi kejasmanian manusia itu dengan segala-galanya, jika dilihat kedudukannya dari keseluruhan manusia, tidak sama dengan kejasmanian hewan. Sebab jasmani manusia adalah jasmani yang dirohanikan atau dalam jasmani manusia itu ruh-lah yang menjasmani.
Dari sumber lain mengatakan manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab itu manusia diharuskan mengenal siapa yang menciptakan dirinya sebelum mengenal lainnya.[7]Maka hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.       Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
c.        Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
d.       Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
e.        Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
D.    PANDANGAN ISLAM TENTANG KEDUDUKAN MANUSIA[8]
1.      Manusia sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam
Tuhan telah melengkapi manusia dengan potensi-potensi rohaniah yang lebih dari makhluk-makhluk hidup yang lain, terutama potensi akal, maka pada manusia juga dibebani tugas, disamping tugas untuk memanfaatkan alam ini dengan sebaik-baiknya juga tugas untuk memelihara dan melestarikan alam ini dan dilarang untuk merusaknya.

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٠)
Artinya:
“Maka apabila telah selesai mengerjakan sembahyang, hendaklah kamu bertebaran di muka bumi ini dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyak,mudah-mudahan kamu peroleh kemenangan.” (QS. Al-Jumah:10)

…..كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ (٦٠)
Artinya:
“Makanlah kamu dan minumlah kamu daripada rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu berbuat bencana diatas bumi.” (QS. Al-baqarah:60)
2.      Manusia sebagai peneliti alam dan dirinya untuk mencari tuhan
Allah memerintahkan pada manusia agar menggunakan akalnya, untuk mempelajari alam semesta dan dirinya sendiri, kecuali untuk kemanfaatan hidupnya, juga untuk dapat menggunakan nama Tuhannya yang telah menciptakan dirinya (beriman kepada Allah).
Firman Allah:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (١٦٤)


Artinya:
“Sesunguhnya pada penciptaan sekalian langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, dan bahtera yang berlayar di lautan membawa yang bermanfaat bagi manusia dan apapun yang diturunkan oleh Allah dari langit daripada air, sehingga hiduplah bumi sesudah matinya, dan berkembang biaklah padanya dari tiap-tiap yang melata, dan perkisaran angin dan awan yang terkendali diantara langit dan bumi, semuanya itu adalah tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berakal.” (QS. Al-baqarah : 164)

ª!$#ur /ä3s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR ¢OèO ö/ä3n=yèy_ %[`ºurør& 4 $tBur ã@ÏJøtrB ô`ÏB 4Ós\Ré& Ÿwur ßìŸÒs? žwÎ) ¾ÏmÏJù=ÏèÎ/ 4 $tBur ㍣Jyèム`ÏB 9£JyèB Ÿwur ßÈs)Zムô`ÏB ÿ¾Ín̍ßJãã žwÎ) Îû A=»tFÏ. 4 ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ n?tã «!$# ׎Å¡o ÇÊÊÈ  
Artinya:
“Allah yang menjadikan kamu daripada tanah, kemudian itu daripada air mani, lantas dijadikan-Nya kamu berpasang-pasangan. Tidak adalah yang dikandung perempuan dan yang dilahirkannya, melainkan dengan pengetahuan Allah. Begitu pula tidak ada umur seorang panjang dan tidak pula kurang, melainkan semuanya itu termaktub dalam kitab Allah. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi-Nya.” (QS. Al-fathir:11)

3.      Manusia sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi
Manusia diberi kedudukan oleh Tuhan sebagai penguasa, pengatur kehidupan di muka bumi ini.
Firman Allah:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (١٦٥)
Artinya:
“Dialah yang menetapkan kamu menjadi khalifah-khalifah di muka bumi, dan ditinggikannya sebagian kamu daripada yang sebagian beberapa derajat untuk mencobaimu dari hal apa saja yang diberikan-Nya padamu. Sesungguhnya siksaan Tuhan engkau amat lekas dan sesungguhnya Tuhan Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-An’am:165)

4.      Manusia sebagai makhluk yang paling tinggi dan paling mulia
Firman Allah:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)
Artinya:
“Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baik kejadian.” (QS. At-thin:4)

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (٧٠)
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak Adam dan kami beri mereka kendaraan di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan Kami benar-benar melebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-isra’:70)

5.      Manusia sebagai hamba Allah
Kedudukan sebagai hamba Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan makhluk-makhluk lainnya.
Firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦)
Artinya:
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.” (QS.Adz-Dzariyat:56)

وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ (٨٣)
Artinya:
“Dan kepada-Nya lah menyerah diri apa-apa yang dilangit dan di bumi suka dan dengan terpaksa dan kepada-Nya mereka akan dikembalikan.” (QS.Ali Imran:83)

6.      Manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab.
Setelah dengan kemampuan akalnya manusia meneliti dunianya dan dirinya sendiri, dan kemudian mengerti bahwa hakikat diciptakannya manusia dan alam semesta ini semata-mata untuk menyembah kepada Tuhan, maka sebagai konsekuensi diberikan kedudukan yang istimewa oleh Tuhan pada manusia seperti tersebut diatas, maka manusia juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap apa-apa yang dilakukan diatas dunia ini, kelak di akhirat.
Firman Allah:
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (٨)
Artinya:
“Kemudian, sesungguhnya kamu akan diperiksa di hari itu dari segala nikmat yang telah kamu terima.” (QS.At-Takatsur:8)

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢٤)يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ (٢٥)
Artinya:
“Pada hari itu, lidah, tangan dan kaki mereka sendiri akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan yang elah mereka lakukan. Pada hari itu Allah akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang setimpal dan tahulah mereka bahwa Allah itulah yang benar dan Ia telah cukup memberikan keterangan”. (QS. An-Nur:24-25)

7.      Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik
Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dapat dipahami dari firman Allah sebagai berikut:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا


Artinya:
“Dan tuhan mengajarkan kepada Adam nama-nama segalanya”. (QS.A-Baqarah:31)

            Sedangkan manusia sebagai makhluk mendidik, dapat dipahami dari firman Allah yang mengisahkan bagaimana Luqman mengajar anaknya sebagai berikut:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (١٣)

Artinya:
“Perhatikanlah ketika berkata Luqman kepada anaknya sedang ia memberi pelajaran kepadanya, katanya: Hai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya menyekutukan Allah itu keaniayaan yang besar.” (QS.Luqman:13)



















BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
Islam memandang manusia tidak memendang manusia tidak secara parsial seperti pandangan ilmuan tetapi secra konprehensif. hal ini dapat diliahat dari beberapa aspek:
1.         Ditinjau dari nama yang digunakan
2.         Ditinjau dari kedudukan manusia
a.       Manusia sebagai hamba allah (‘adb allah)
b.      Manusia sebagai khalifah allah fi al-ardh.
Pada hakikatnya, penciptaan manusia dapat ditinjau dari dua asal pendekatan, yaitu; pertama, asal jauh, proses Nabi Adam yang tercipta dari tanah. Kedua, asal dekat, proses penciptaan manusia pasca Adam (keturunan Adam) yang tercipta dari nutfah.

B.        SARAN
Dalam penulisan makalah ini  kami akui memang jauh dari sempurna. Jadi kami sarankan untuk memperdalam masalah ini bisa di cari berbagai sumber bacaan ilmu-ilmu pengetahuan  atau makalah-makalah yang lain.
















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1996)
https://updateberitamu.wordpress.com/2014/10/10/makalah-proses-penciptaan-manusia-menurut-islam/
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Samsul Nizar, Dasar Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001),
Sudono Syueb, Buku Pintar Agama Islam, (Percetakan Bushido Indonesia: Delta Media, 2011)
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).






[1] Samsul Nizar, Dasar Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hal.44
[2] ibid. hal.44-50
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.10
[4] opcit. hal.53
[5] Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1996), hal. 60
[6] Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).h.71
[7] Sudono Syueb, Buku Pintar Agama Islam, (Percetakan Bushido Indonesia: Delta Media, 2011), hal: 70.
[8] Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).h.85-91


Tidak ada komentar:

Posting Komentar