BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Manusia,
makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah, Telah dianugrahi mata, telinga dan hati
untuk memahami apa-apa yang ada di sekitar kehidupannya, untuk mengerti apa
sebenarnya tujuan diciptakannya. Dari sinilah manusia menentukan itu baik dan
ini buru begitu juga sebaliknya.
Banyak
orang yang berkata perbuatan ini baik dan perbuatan itu buruk, tetapi apabila
ditanya apa pengertian baik dan buruk, setiap orang pasti berbeda jawabannya.
Baik dan buruk adalah bentuk penilaian terhadap suatu perbuatan manusia, hewan,
sifat benda atau hal-hal lain yang ada di sekitarnya. Kadang-kadang di suatu
wilayah suatu perbuatan dianggap baik, akan tetapi di tempat lain oleh
orang-orang yang berbeda tentunya bisa jadi di anggap suatu perbuatan yang
sangat buruk. Bahkan ada segolongan orang yang berpendapat bahwa baik dan buruk
itu ditentukan oleh akal, ada pula yang menentukan baik dan buruk hanya karena
kepuasan hawa nafsu. Lantas apa sebenarnya pengertian baik dan buruk yang
sejati?
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banyak hal
yang perlu dipelajari. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan
masalah yaitu :
1. Apa pengertian dari baik dan buruk?
2. Bagaimana penentuan baik dan buruk?
3. Bagaimana sifat baik dan buruk?
4. Bagaimana baik dan buruk menurut
ajaran agama Islam?
C. TUJUAN
Dibuatnya makalah ini guna untuk melengkapi tugas dari mata
kuliah Akhlak Tasawuf. Dan untuk belajar lebih dalam tentang Standar Baik dan
Buruk Berdasarkan Ajaran Akhlak Moral dan Etika sehingga diharapkan kita semua
memahami yang mana yang baik dan yang mana yang buruk.
BAB II
PEMBAHASAN
Hakikat Pengertian Baik Dan Buruk Serta
Hubungannya Dengan Perintah, Larangan Dan Hokum Halal Haram
A. Pengertian
baik dan buruk
a. Baik
Pengertian baik menurut ethik adalah
sesuatu yang berharga untuk sesuatu tujuan[1].
Sedangkan secara etimologi baik berasal dari kata ﺨﻴﺮ (bahasa arab), good
(bahasa inggris) yang keduanya berarti baik. Menurut Ensiklopedia Indonesia
baik adalah sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau
bahagia[2]. Baik
adalah hal yang dapat dicapai oleh manusia dengan melaksanakan kemauannya dan
dengan berupaya dan dengan hal yang berkaitan dengan tujuan manusia[3]. Jadi
baik adalah yang kita percayai dapat
mencapai suatu tujuan yang kita inginkan dan tujuan itu tentu juga kita
yakini akan membawa rahmat dan kebahagiaan. Setiap orang berbeda pandangan tentang
kebaikan itu sendiri karena fikiran manusia itu relatif, tetapi pada intinya tujuan mereka satu yaitu untuk
mencapai kebahagiaan.
b. Buruk
Buruk kebalikan dari baik atau hal-hal yang menjadi
penghambat manusia mencapai kebaikan.[4] Buruk dalam bahasa arab ﺸﺮ yang diartikan
sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, dan perbuatan yang
bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Jadi pada intinya keburukan adalah sesuatu yang tidak
disukai karena tidak sesuai dengan tujuan yang kita cita-citakan. Seperti
halnya kebaikan, keburukan juga relative tergantung siapa yang menilainya.
B. Penentuan Baik dan Buruk
Banyak orang berselisih pendapat
untuk menilai suatu perbuatan, ada yang melihatnya baik dan ada yang melihanya
buruk. Dipandang baik oleh suatu masyarakat atau Bangsa, dipandang buruk oleh
yang lain. Dipandang baik pada waktu ini, dinilai buruk pada waktu lain.
Sekarang dengan apakah kita dapat memberikan hukum kepada suatu perbuatan
dengan baik atau buruk? Dalam menjawab pertanyaan ini ada beberapa pendapat
yang pernah dikemukakan[5]. Patokan yang digunakan untuk menilai baik dan buruk berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia. Untuk
itu muncul sejumlah pandangan filsafat yang digunakan untuk menilai baik dan
buruk.
Secara teoretis
terdapat beberapa faham yang mengungkap masalah ukuran baik dan buruk,
berkenaan dalam bidang akhlak, diantaranya:
1.
Paham
Hedonisme (Aliran Hedonisme
Paham yang
menyatakan bahwa ukuran baik dan buruk adalah perasaan bahagia atau senang.
Bahagia itu merupakan tujuan akhir dari hidup manusia, maka perbuatan yang
mengandung kelezatan adalah perbuatan yang baik, dan perbuatan yang mengandung
kepedihan adalah perbuatan yang buruk:[6]
Aliran
hedonisme dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kebahagiaan diri (Eguistic Hedonism)
Menurut
paham ini, manusia hendaknya mencari sebanyak mungkin kebahagiaan untuk dirinya
serta harus memilih apa yang mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri.
b. Kebahagiaan bersama (Universalistic Hedonism)
Paham
yang menghendaki agar manusia mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk
sesama manusia, bahkan untuk segala makhluk yang berperasaan.[7]
2.
Paham
Utilitarisme (Aliran Utilitarisme)
Paham ini
menyatakan bahwa, “sebesar-besar kelezatan untuk bilangan yang terbesar”. yaitu
kebahagiaan harus menjadi pokok pandangan setiap orang, dan keutamaan disebut
keutamaan apabila membuahkan kelezatan bagi manusia banyak”[8].Paham
ini didasari atas kegunaan suatu hal, jika berguna maka itu baik. Tetapi
masalahnya sekarang ini banyak orangtua jompo yang di negara-negara maju ditelantarkan
mengingat orangtua jompo dianggapnya “tidak berguna” lagi.
3.
Paham
Kebahagiaan (Eudemonisme)
Paham ini
diperkenalkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Menurutnya, “semua orang ingin
mencapai tujuan tertinggi dan itu adalah kebahagiaan dan dapat dicapai dengan
menjalankan fungsinya dengan baik”[9].
Menurutnya
pula, “manusia adalah baik dalam arti moral, jika selalu mengadakan
pilihan-pilihan rasional yang tepat dalam pembuatan moral nya dan mencapai
keunggulan dalam penalaran intelektual, maka orang itu bahagia, kebahagiaan itu
disertai kesenangan”[10].
Paham ini mirip dengan Paham Hedonisme.
4.
Paham
Kewajiban (Deontologi)
Dalam
Deontologi, baik buruknya perbuatan dilihat dari maksud si pelaku dalam
melakukan perbuatan tersebut.
Paham ini
diperkenalkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Kant, “yang bisa disebut
baik dalam arti sesungguhnya adalah kehendak yang baik”.[11]
Sebagai contoh, kesehatan, kekayaan dan intelegensi adalah baik jika
digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, dan bila dipakai oleh yang jahat,
semua itu adalah buruk. Menurut Kant, ” kehendak baik tersebut tercipta jika
bertindak karena kewajiban (hukum moral)”.[12]
Seperti penilaian baik untuk sang Robin Hood.
William
David Ross (1877-1971) menambahkan prinsip (untuk menyempurnaka) deontologi
yang telah dikemukakan Immanuel Kant. William David Ross menyatakan bahwa
“kewajiban itu selalu merupakan Prima
Facie (pada pandangan pertama)”[13].
artinya sebuah kewajiban berlaku sementara sampai ada kewajiban yang lebih
penting mengalahkan kewajiban pertama.
5. Paham Intuitionisme
Sumber pengetahuan tentang suatu
perbuatan mana yang baik atau mana yang buruk adalah kekuatan naluri, kekuatan
batin atau bisikan hati nurani yang ada pada tiap-tiap manusia. Oleh karena
itu, apabila seseorang melihat sesuatu perbuatan, maka pada dirinya timbul
semacam ilham yang member petunjuk tentang nilai perbuatan itu dan selanjutnya
ditetapkanlah hukum perbuatan itu baik atau buruk.
Pengikut aliran intuisi, berpendapat
bahwa manusia mengerti hal-hal yang baik dan buruk secara langsung dengan
melihatnya sekilas pandang. Perbuatan-perbuatan baik dan buruk diukur dengan
daya tabiat batiniah, benar adalah wajib karena benar termasuk sifat utama
bukan karena darurat dan karena pendirian orang banyak atau jaminan kemewahan.[14]Demikian
pula pencurian adalah buruk karena dalam tabiat nya termasuk sifat melampaui
batas atau permusuhan pada orang lain.
6. Paham Tradisionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang
menjadi norma baik dan buruk ialah tradisi atau adat kebiasaan. Artinya sesuatu
itu baik kalau sesuai dengan adat kebiasaan, dan sebaliknya sesuatu itu buruk
bila menyalahi adat istiadat.[15]
Apabila aliran ini dijadikan
sebagai patokan baik dan buruk, maka tentu setiap wilayah atau daerah berbeda
penafsirannya. Namun juga kita tidak bisa menyalahkan aliran ini dan tidak bisa
pula menjadikannya sebagai aturan umum karena ketidak umumannya itu.
7.
Paham
Naturalisme
Yang
menjadi ukuran baik dan buruk ialah perbuatan yang sesuai dengan fitrah manusia
atau naluri manusia itu sendiri.[16]
Aliran ini sama seperti golongan Mu’tazilah yang menentukan baik dan buruk
berdasarkan akal pikirannya. Sedangkan akal pikiran manusia diciptakan dengan
keterbatasannya.
8.
Paham
Theologis
Baik dan
buruk manusia didasarkan atas ajaran Tuhan.[17]
Apa yang diajarkan Tuhan maka itu baik, sedangkan apa yang tidak diajarkan-Nya
maka itu buruk. Tetapi di dunia ini ada banyak jenis agama baik yang samawi
ataupun duniawi, dan tentunya setiap agama mempunyai pandangan tersendiri dalam
menentukan kebaikan dan keburukan.
D. Sifat Baik dan buruk
1. Sifat baik dan buruk yang dikemukakan diatas, dapat
berubah, relatif, dan tidak universal karena berdasar kepada pemikiran manusia yang relatif, nisbi, dan tidak universal pula.
2. b. Ada sebagian dari ukuran baik dan buruk yang universal
yaitu aliran intuisisme, tetapi tidak semutlak ukuran baik dan buruk yang
didasarkan pada wahyu dari Allah
.
3. Sifat baik dan buruk yang berdasar kepada akal manusia
tetap berguna sesuai zamannya, dan dapat dimanfaatkan untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang berdasar
ajaran Islam.
E. Baik dan Buruk menurut Ajaran Islam
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus
didasarkan pada petunjuk al-Qur’an dan al hadist. Jika diperhatikan al-Qur’an
maupun hadis dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik, dan ada
pula istilah yang mengacu kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu
kepada yang baik misalnya puZ|¡ptø:$#. Sebagaimana dikemukakan oleh Al Raghib al-Asfahani adalah
suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau
dipandang baik. Lawan dari puZ|¡ptø:$#
adalah N$t«Íh¡¡9$#. Yang termasuk puZ|¡ptø:$# misalnya keuntungan, kelapangan rezki dan kemenangan.
Sedangkan yang termasuk N$t«Íh¡¡9$#misalnya
kesempitan, kelaparan dan keterbelakangan. Pemakaian puZ|¡ptø:$# tersebut kita jumpai pada
ayat berikut:
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# (
“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. Al-Nahl, 16:125)
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
`tB uä!%y` ÏpoY|¡ysø9$$Î/ ¼ã&s#sù ×öyz $pk÷]ÏiB ( `tBur uä!$y_ Ïpy¥Íh¡¡9$$Î/ xsù tøgä úïÏ%©!$# (#qè=ÏHxå
ÏN$t«Íh¡¡9$# wÎ) $tB (#qçR%x. cqè=yJ÷èt ÇÑÍÈ
“Barangsiapa yang datang dengan
(membawa) kebaikan, Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya
itu; dan Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah
diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu,
melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. al-Qashash, 28:84)
Selain itu perbuatan yang baik
menurut islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan
al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan
al-Qur’an dan al-Sunnah itu. Perbuatan baik itu misalnya taat kepada Allah dan Rasulnya , berbakti kepada kedua orang tua, saling
tolong menolong dalam kebaikan, menepati janji, menyayangi anak yatim, sabar,
amanah, jujur, ridha, ikhlas dan lain-lain. Perbuatan buruk itu misalnya
membangkang terhadap perintah Allah
dan Rasul , durhaka kepada
kedua orang tua, ingkar janji, curang, khianat, riya putus asa dan
lain-lain.
Namun demikian al-Quran dan
al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang eksklusif atau tertutup. Kedua sumber
tadi bersikap terbuka untuk menghargai bahkan menampung pendapat akal pikiran,
adat istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia dengan catatan semua itu
tetap sejalan dengan petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Ketentuan baik dan buruk
yang didasarkan pada logika dan filsafat dengan berbagai aliran sebagaimana
disebutkan diatas, dan tertampung dalam istilah etika atau ketentuan baik dan
buruk yang didasarkan pada istilah adat istiadat tetap dihargai dan diakui
keberadaannya. Ketentuan baik buruk yang terdapat dalam etika dan moral dapat
digunakan sebagai sarana atau alat untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk
yang ada dalam al-Qur’an. Baik demikian dari kami mengenai Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
semoga dapat bermanfaat bagi kita semua .
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setiap
orang pasti memiliki sudut pandang tersendiri dalam penentuan baik dan buruk
tetapi sebagai seorang yang menganut satu-satunya agama yang diizinkan
Allah . Sudah sepatutnya kita hanya
mengamalkan suatu hal itu baik atau buruk berdasarkan apa yang telah diwahyukan
kepada Rosululloh yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan
sebenar-benarnya.
Kita tidak
bisa mengatakan itu baik menurut akal kita, karena akal manusia itu sangat
relative. Begitu juga menurut tradisi nenek moyang kita yang mungkin saja belum
mendapatkan petunjuk dari Allah .
Lebih-lebih kita mengikuti hawa nafsu kita untuk menentukan suatu hal itu baik
atau buruk. Na’udzubillah.
B.
SARAN
makalah
yang dapat kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini,
kami mohon maaf dengan sebesar-besarnya. Semoga makalah ini memberikan manfaat
bagi kami pada khususnya dan kita semua pada umumnya
DAFTAR PUSTAKA
Miskawaih, Ibn, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Mizan, Bandung:
1992.
Mustofa, H. A. Drs., Akhlak TASAWUF, Pustaka Setia, Bandung:
1997.
Rachmat Djatnika, Dr. Prof., Sistem
Ethika Islam (Akhlak Mulia), Pustaka Panjimas, Jakarta: 1996.
[1] Drs. H. A Mustofa, Akhlak
Tasawuf (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 53
[2] Hlm. 362
[3] Ibn Miskawaih, Menuju
Kesempurnaan Akhlak (Bandung : Mizan, 1992), hlm. 40
[5] Uraian tentang beberapa pendapat/paham sekitar ukuran
perbuatan manusia untuk menetapkan nilai baik dan buruknya pada pasal ini
disarikan dari buku Kitab al-Akhlak
oleh Prof. Dr. Ahmad Amin, hlm. 98-134
[6] Ahmad Amin, op. cit.,
hlm. 91
[7] Asmaran AS., Pengantar
Study Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet.ke-2,., hlm. 28.
[8] Ahmad Amin, op. cit.,
hlm. 98.
[13] . Ibid., hlm. 259.
[14] Drs. H. A. Mustofa, Akhlak
TASAWUF (Bandung : Pustaka Setia, 1992), hlm. 71-72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar