A L

ardhi.lizet@yahoo.com @ardhi_lizet ardhi.lizet@gmail.com

Rabu, 15 Juli 2015

baik dan buruk



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Manusia, makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah,   Telah dianugrahi mata, telinga dan hati untuk memahami apa-apa yang ada di sekitar kehidupannya, untuk mengerti apa sebenarnya tujuan diciptakannya. Dari sinilah manusia menentukan itu baik dan ini buru begitu juga sebaliknya.
Banyak orang yang berkata perbuatan ini baik dan perbuatan itu buruk, tetapi apabila ditanya apa pengertian baik dan buruk, setiap orang pasti berbeda jawabannya. Baik dan buruk adalah bentuk penilaian terhadap suatu perbuatan manusia, hewan, sifat benda atau hal-hal lain yang ada di sekitarnya. Kadang-kadang di suatu wilayah suatu perbuatan dianggap baik, akan tetapi di tempat lain oleh orang-orang yang berbeda tentunya bisa jadi di anggap suatu perbuatan yang sangat buruk. Bahkan ada segolongan orang yang berpendapat bahwa baik dan buruk itu ditentukan oleh akal, ada pula yang menentukan baik dan buruk hanya karena kepuasan hawa nafsu. Lantas apa sebenarnya pengertian baik dan buruk yang sejati?

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banyak hal yang perlu dipelajari. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi rumusan masalah yaitu :
1.       Apa pengertian dari baik dan buruk?
2.       Bagaimana penentuan baik dan buruk?
3.       Bagaimana sifat baik dan buruk?
4.       Bagaimana baik dan buruk menurut ajaran agama Islam?


C.    TUJUAN
Dibuatnya makalah ini guna untuk melengkapi tugas dari mata kuliah Akhlak Tasawuf. Dan untuk belajar lebih dalam tentang Standar Baik dan Buruk Berdasarkan Ajaran Akhlak Moral dan Etika sehingga diharapkan kita semua memahami yang mana yang baik dan yang mana yang buruk.

BAB II
PEMBAHASAN
Hakikat Pengertian Baik Dan Buruk Serta Hubungannya Dengan Perintah, Larangan Dan Hokum Halal Haram

A. Pengertian baik dan buruk
a.      Baik
Pengertian baik menurut ethik adalah sesuatu yang berharga untuk sesuatu tujuan[1]. Sedangkan secara etimologi baik berasal dari kata ﺨﻴﺮ  (bahasa arab),  good (bahasa inggris) yang keduanya berarti baik. Menurut Ensiklopedia Indonesia baik adalah sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia[2]. Baik adalah hal yang dapat dicapai oleh manusia dengan melaksanakan kemauannya dan dengan berupaya dan dengan hal yang berkaitan dengan tujuan manusia[3]. Jadi baik adalah yang kita percayai dapat  mencapai suatu tujuan yang kita inginkan dan tujuan itu tentu juga kita yakini akan membawa rahmat dan kebahagiaan. Setiap orang berbeda pandangan tentang kebaikan itu sendiri karena fikiran manusia itu relatif, tetapi  pada intinya tujuan mereka satu yaitu untuk mencapai kebahagiaan.
b.      Buruk
Buruk kebalikan dari baik atau hal-hal yang menjadi penghambat manusia mencapai kebaikan.[4] Buruk dalam bahasa arab ﺸﺮ yang diartikan sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Jadi pada intinya keburukan adalah sesuatu yang tidak disukai karena tidak sesuai dengan tujuan yang kita cita-citakan. Seperti halnya kebaikan, keburukan juga relative tergantung siapa yang menilainya.
B.     Penentuan Baik dan Buruk
Banyak orang berselisih pendapat untuk menilai suatu perbuatan, ada yang melihatnya baik dan ada yang melihanya buruk. Dipandang baik oleh suatu masyarakat atau Bangsa, dipandang buruk oleh yang lain. Dipandang baik pada waktu ini, dinilai buruk pada waktu lain. Sekarang dengan apakah kita dapat memberikan hukum kepada suatu perbuatan dengan baik atau buruk? Dalam menjawab pertanyaan ini ada beberapa pendapat yang pernah dikemukakan[5]. Patokan yang digunakan untuk menilai baik dan buruk berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia. Untuk itu muncul sejumlah pandangan filsafat yang digunakan untuk menilai baik dan buruk.
Secara teoretis terdapat beberapa faham yang mengungkap masalah ukuran baik dan buruk, berkenaan dalam bidang akhlak, diantaranya:
1.      Paham Hedonisme (Aliran Hedonisme
Paham yang menyatakan bahwa ukuran baik dan buruk adalah perasaan bahagia atau senang. Bahagia itu merupakan tujuan akhir dari hidup manusia, maka perbuatan yang mengandung kelezatan adalah perbuatan yang baik, dan perbuatan yang mengandung kepedihan adalah perbuatan yang buruk:[6]
Aliran hedonisme dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Kebahagiaan diri (Eguistic Hedonism)
Menurut paham ini, manusia hendaknya mencari sebanyak mungkin kebahagiaan untuk dirinya serta harus memilih apa yang mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri.
b.      Kebahagiaan bersama (Universalistic Hedonism)
Paham yang menghendaki agar manusia mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia, bahkan untuk segala makhluk yang berperasaan.[7]


2.      Paham Utilitarisme (Aliran Utilitarisme)
Paham ini menyatakan bahwa, “sebesar-besar kelezatan untuk bilangan yang terbesar”. yaitu kebahagiaan harus menjadi pokok pandangan setiap orang, dan keutamaan disebut keutamaan apabila membuahkan kelezatan bagi manusia banyak”[8].Paham ini didasari atas kegunaan suatu hal, jika berguna maka itu baik. Tetapi masalahnya sekarang ini banyak orangtua jompo yang di negara-negara maju ditelantarkan mengingat orangtua jompo dianggapnya “tidak berguna” lagi.

3.      Paham Kebahagiaan (Eudemonisme)
Paham ini diperkenalkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Menurutnya, “semua orang ingin mencapai tujuan tertinggi dan itu adalah kebahagiaan dan dapat dicapai dengan menjalankan fungsinya dengan baik”[9].
Menurutnya pula, “manusia adalah baik dalam arti moral, jika selalu mengadakan pilihan-pilihan rasional yang tepat dalam pembuatan moral nya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual, maka orang itu bahagia, kebahagiaan itu disertai kesenangan”[10]. Paham ini mirip dengan Paham Hedonisme.

4.      Paham Kewajiban (Deontologi)
Dalam Deontologi, baik buruknya perbuatan dilihat dari maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut.
Paham ini diperkenalkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Kant, “yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya adalah kehendak yang baik”.[11] Sebagai contoh, kesehatan, kekayaan dan intelegensi adalah baik jika digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, dan bila dipakai oleh yang jahat, semua itu adalah buruk. Menurut Kant, ” kehendak baik tersebut tercipta jika bertindak karena kewajiban (hukum moral)”.[12] Seperti penilaian baik untuk sang Robin Hood.
William David Ross (1877-1971) menambahkan prinsip (untuk menyempurnaka) deontologi yang telah dikemukakan Immanuel Kant. William David Ross menyatakan bahwa “kewajiban itu selalu merupakan Prima Facie (pada pandangan pertama)”[13]. artinya sebuah kewajiban berlaku sementara sampai ada kewajiban yang lebih penting mengalahkan kewajiban pertama.

5.       Paham Intuitionisme
Sumber pengetahuan tentang suatu perbuatan mana yang baik atau mana yang buruk adalah kekuatan naluri, kekuatan batin atau bisikan hati nurani yang ada pada tiap-tiap manusia. Oleh karena itu, apabila seseorang melihat sesuatu perbuatan, maka pada dirinya timbul semacam ilham yang member petunjuk tentang nilai perbuatan itu dan selanjutnya ditetapkanlah hukum perbuatan itu baik atau buruk.
Pengikut aliran intuisi, berpendapat bahwa manusia mengerti hal-hal yang baik dan buruk secara langsung dengan melihatnya sekilas pandang. Perbuatan-perbuatan baik dan buruk diukur dengan daya tabiat batiniah, benar adalah wajib karena benar termasuk sifat utama bukan karena darurat dan karena pendirian orang banyak atau jaminan kemewahan.[14]Demikian pula pencurian adalah buruk karena dalam tabiat nya termasuk sifat melampaui batas atau permusuhan pada orang lain.

6.       Paham Tradisionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi norma baik dan buruk ialah tradisi atau adat kebiasaan. Artinya sesuatu itu baik kalau sesuai dengan adat kebiasaan, dan sebaliknya sesuatu itu buruk bila menyalahi adat istiadat.[15]  Apabila aliran ini dijadikan sebagai patokan baik dan buruk, maka tentu setiap wilayah atau daerah berbeda penafsirannya. Namun juga kita tidak bisa menyalahkan aliran ini dan tidak bisa pula menjadikannya sebagai aturan umum karena ketidak umumannya itu.

7.      Paham Naturalisme
Yang menjadi ukuran baik dan buruk ialah perbuatan yang sesuai dengan fitrah manusia atau naluri manusia itu sendiri.[16] Aliran ini sama seperti golongan Mu’tazilah yang menentukan baik dan buruk berdasarkan akal pikirannya. Sedangkan akal pikiran manusia diciptakan dengan keterbatasannya.
8.      Paham Theologis
Baik dan buruk manusia didasarkan atas ajaran Tuhan.[17] Apa yang diajarkan Tuhan maka itu baik, sedangkan apa yang tidak diajarkan-Nya maka itu buruk. Tetapi di dunia ini ada banyak jenis agama baik yang samawi ataupun duniawi, dan tentunya setiap agama mempunyai pandangan tersendiri dalam menentukan kebaikan dan keburukan.

D.    Sifat Baik dan buruk
1.      Sifat baik dan buruk yang dikemukakan diatas, dapat berubah, relatif, dan tidak universal karena berdasar kepada pemikiran manusia yang relatif, nisbi, dan tidak universal pula.
2.      b.    Ada sebagian dari ukuran baik dan buruk yang universal yaitu aliran intuisisme, tetapi tidak semutlak ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada wahyu dari Allah      .
3.      Sifat baik dan buruk yang berdasar kepada akal manusia tetap berguna sesuai zamannya, dan dapat dimanfaatkan untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang berdasar ajaran Islam.

E.     Baik dan Buruk menurut Ajaran Islam
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk al-Qur’an dan al hadist. Jika diperhatikan al-Qur’an maupun hadis dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik, dan ada pula istilah yang mengacu kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya puZ|¡ptø:$#.  Sebagaimana dikemukakan oleh Al Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Lawan dari puZ|¡ptø:$# adalah N$t«ÍhŠ¡¡9$#. Yang termasuk puZ|¡ptø:$#  misalnya keuntungan, kelapangan rezki dan kemenangan. Sedangkan yang termasuk N$t«ÍhŠ¡¡9$#misalnya kesempitan, kelaparan dan keterbelakangan. Pemakaian puZ|¡ptø:$#  tersebut kita jumpai pada ayat berikut:

äí÷Š$# 4n<Î) È@‹Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# (
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. Al-Nahl, 16:125)
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
`tB uä!%y` ÏpoY|¡ysø9$$Î/ ¼ã&s#sù ׎öyz $pk÷]ÏiB ( `tBur uä!$y_ Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$$Î/ Ÿxsù tøgä šúïÏ%©!$# (#qè=ÏHxå
ÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# žwÎ) $tB (#qçR%x. šcqè=yJ÷ètƒ ÇÑÍÈ  
“Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. al-Qashash, 28:84)

Selain itu perbuatan yang baik menurut islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah itu. Perbuatan baik itu misalnya taat kepada Allah       dan Rasulnya      , berbakti kepada kedua orang tua, saling tolong menolong dalam kebaikan, menepati janji, menyayangi anak yatim, sabar, amanah, jujur, ridha, ikhlas dan lain-lain. Perbuatan buruk itu misalnya membangkang terhadap perintah Allah      dan Rasul      , durhaka kepada kedua orang tua,  ingkar janji, curang, khianat, riya putus asa dan lain-lain.
Namun demikian al-Quran dan al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang eksklusif atau tertutup. Kedua sumber tadi bersikap terbuka untuk menghargai bahkan menampung pendapat akal pikiran, adat istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia dengan catatan semua itu tetap sejalan dengan petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Ketentuan baik dan buruk yang didasarkan pada logika dan filsafat dengan berbagai aliran sebagaimana disebutkan diatas, dan tertampung dalam istilah etika atau ketentuan baik dan buruk yang didasarkan pada istilah adat istiadat tetap dihargai dan diakui keberadaannya. Ketentuan baik buruk yang terdapat dalam etika dan moral dapat digunakan sebagai sarana atau alat untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang ada dalam al-Qur’an. Baik demikian dari kami mengenai Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam semoga dapat bermanfaat bagi kita semua .



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Setiap orang pasti memiliki sudut pandang tersendiri dalam penentuan baik dan buruk tetapi sebagai seorang yang menganut satu-satunya agama yang diizinkan Allah     . Sudah sepatutnya kita hanya mengamalkan suatu hal itu baik atau buruk berdasarkan apa yang telah diwahyukan kepada Rosululloh   yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan sebenar-benarnya.
Kita tidak bisa mengatakan itu baik menurut akal kita, karena akal manusia itu sangat relative. Begitu juga menurut tradisi nenek moyang kita yang mungkin saja belum mendapatkan petunjuk dari Allah     . Lebih-lebih kita mengikuti hawa nafsu kita untuk menentukan suatu hal itu baik atau buruk. Na’udzubillah.

B.     SARAN
makalah yang dapat kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini, kami mohon maaf dengan sebesar-besarnya. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kami pada khususnya dan kita semua pada umumnya



















DAFTAR PUSTAKA

Miskawaih, Ibn, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Mizan, Bandung: 1992.
Mustofa, H. A. Drs., Akhlak TASAWUF, Pustaka Setia, Bandung: 1997.
Rachmat Djatnika, Dr. Prof., Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), Pustaka Panjimas, Jakarta: 1996.



[1] Drs. H. A Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 53
[2] Hlm. 362
[3] Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak (Bandung : Mizan, 1992), hlm. 40
[4] Ibid., hlm. 40-41.

[5] Uraian tentang beberapa pendapat/paham sekitar ukuran perbuatan manusia untuk menetapkan nilai baik dan buruknya pada pasal ini disarikan dari buku Kitab al-Akhlak oleh Prof. Dr. Ahmad Amin, hlm. 98-134
[6] Ahmad Amin, op. cit., hlm. 91

[7] Asmaran AS., Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet.ke-2,., hlm. 28.
[8] Ahmad Amin, op. cit., hlm. 98.
[9] Ibid., hlm. 242.
[10] Ibid., hlm. 244.
[11] Ibid., hlm.255.
[12] Ibid., hlm. 255-256.
[13] . Ibid., hlm. 259.

[14] Drs. H. A. Mustofa, Akhlak TASAWUF (Bandung : Pustaka Setia, 1992), hlm. 71-72
[15] Ibid., hlm. 78.
[16] Ibid., hlm. 80.
[17] Ibid., hlm. 80.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar