Sejarah Turun, Penulisan
dan Kodefikasi Al-Qur’an
A.
Ayat yang
Pertama Kali Turun
اقراء باسم ربك
الدى خلق, خلق الانسان من علقو اقراء وربك الاكرم, الدى علم بالقلم, علم الانسان
مالم يعلم. (العلق:1-5)
"Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha pemurah yangmengajar manusia
dengan perantaraan kalam. Dia mengaarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.!”
(Al-Alaq (96):1-5).
Hal ini
didasarkan pada suatu hadits yang bersumber dari Aisyah R.a, yang mengatakan: ”Sesungguhnya
apa yang mula-mula terjadi bagi Rasulullah SAW adalah mimpi yang nenar diwaktu
tidur, beliau melihat dimimpi itu datangnya bagaikan terangnya pagi hari,
kemudian beliau suka menyendiri, beliau pergi kegua hira untuk beribadah selama
beberapa malam. Untuk itu beliau membawa bekal, kemudian beliau pulang kepada
Khodijah Ra, maka Khodijah pun membekali beliau seperti bekal terdahulu. Digua
hira beliau dikejutkan oleh suatu kebenaran, seorang malaikat datang kepada
beliau dan mengatakan: “ bacalah!, (Rasulullah menceritakan) maka akupun
menjawab:” aku tidak pandai membaca”. Malaikat tersebut kemudian memelukku
sehingga akupun merasa sangat payah. Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi
”bacalah”, maka akupun menjawab aku tidak pandai membaca. Lalu dia merangkulku
yang kedua kali sampai aku kepayahan, kemudian ia lepaskan lagi kemudian dia
berkata lagi: “bacalah” aku menjawab:” aku tidak pandai membaca. Maka dia
merangkulku yang ketiga kalinya sehingga aku kepayahan, kemudian ia berkata;”
bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptakan…...” sampai dengan
….” Apa yang tidak ia ketahuinya”.
Surat al-‘Alaq
diturunkan ketika Rasulullah saw berada di gua hira’ , yaitu sebuah gua di
Jabal Nur, yang terletak kira-kira 3 mil dari Mekah. malam senin, 17 Ramadhan
tahun ke 41 dari usia Rasulullah 13 tahun SH. Bertepatan dengan Juli 610
M. "Pengajaran Dengan Pena" Surat al-‘Alaq
1-5 menjelaskan jawaban gelisah dan kerisauan yang dialami oleh nabi Muhammad
SAW melihat realitas jahiliyah Arab yang kesuku-sukuan, menuhankan patung dan
berhala serta bermusuh-musuhan. Nabi menepi dan bertahanus di gua hira’ sampai
akhirnya turun wahyu. Allah memperkuat hati nabi Muhammmad bahwa hanya kepada
Allah SWT manusia bersandar dari segala sesuatu. Allah yang menciptakan manusia
dari segumpal darah. Pada ayat berikutnya Allah menunjukkan sifat Allah yang
maha pemurah. Hanya kepada Allah manusia meminta segala sesuatu. Berdoa dan
mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Mulya. "Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan
kalam", menujukkan budaya tulis menulis. Al-Quran menunjukkan kemajuan
manusia yang dicapai melalui budaya tulis menulis. Kala itu hanya dikenal
dengan budaya lisan, berupa syair-syair, namun Allah mengajarkan manusia dengan
pena. Suatu lompatan budaya al-Qur’an.
B.
Ayat Yang
Terakhir Kali Diturunkan
Ada beberapa
pendapat dari para ulama tentang ayat apakah yang paling terakhir turun.
Diantara pendapat tersebut adalah :
1.
Ayat mengenai riba, didasarkan pada hadits
Bukhari dari Ibnu Abbas yang mengatakan : “Ayat terakhir yang diturunkan adalah
ayat tentang riba”. Maksudnya adalah ayat : “Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. 2:278)
2.
Ada yang berpendapat, ayat Alqur'an yang
terakhir diturunkan ialah :“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada)
hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah…” (al-Baqarah :
281). Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan an-Nasa’i dan
lain-lain dari Ibnu Abbas dan Said bin Jubair : “Ayat Alqur'an yang terakhir
turun ialah : “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang
pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah…” (Albaqarah : 281)
Semua pendapat itu tidak disandarkan kepada
Nabi. Masing-masing hanya ijtihad dan dugaan. Adapun ayat : “Pada hari
ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu” (al-Maidah : 3) adalah
diturunkan di Arafah pada haji Wada’. Secara teks, menunjukkan penyempurnaan
kewajiban dan hukum. Oleh karena itu para ulama menyatakan kesempurnaan agama
ini di dalam ayat ini. Allah telah mencukupkan nikmat-Nya kepada mereka dengan
menempatkan mereka di negeri suci dan membersihkan orang-orang musyrik
daripadanya serta menghajikan mereka di rumah suci tanpa disertai oleh seorang
musyrikpun, padahal sebelumnya orang-orang musyrik juga haji dengan mereka.
Yang demikian termasuk nikmat yang sempurna, “Dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku”, Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani dalam al-Intishar
ketika mengomentari berbagai riwayat yang berkaitan dengan masalah ayat
terakhir kali diturunkan, mengatakan bahwa pendapat-pendapat ini sama sekali
tidak disandarkan kepada Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam.Boleh jadi pendapat
itu diucapkan karena ijtihad atau dugaan saja.
C.
Nuzulul Qur'an
Nuzulul Qur’an ada pada bulan Ramadhan karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya,“Bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an” (Al-Baqarah:185 ). Dan Allah
berfirman, artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an)
pada malam kemuliaan” (Al-Qadr :1). Seperti yang telah kita maklumi
bahwa Lailatul Qadr itu ada pada bulan Ramadhan yaitu malam yang dimaksudkan
dalam firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada
suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi
peringatan” (Ad-Dukhaan:3 ).
Ayat pertama
yang turun merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berkisar di seputar nasib
manusia, asal usul dan tujuannya. Kapan dan dimana serta peristiwa yang terjadi
pada saat ayat pertama dan terakhir diturunkan kepada Muhammad SAW. Para jumhur
ulama’ menyebutkan bahwa ayat yang pertama kali turun ialah surat al-‘Alaq ayat
1-5. Dan karena menyepinya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam di gua Hira’
adalah pada bulan Ramadhan, dan kejadian turunnya Jibril as adalah di dalam gua
Hira’. Jadi Nuzulul Qur’an ada pada bulan Ramadhan, pada hari Senin, sebab
semua ahli sejarah atau sebagian besar mereka sepakat bahwa diutusnya beliau
menjadi Nabi adalah pada hari Senin. Hal ini sesuai dengan hadits: “Di
dalamya aku dilahirkan dan di dalamnya diturunkan (wahyu) atasku” (HR.
Muslim). Dalam hadits lain dikatakan “Itu adalah hari dimana
aku dilahirkan dan hari dimana aku diutus atau diturunkan (wahyu) atasku”(HR.
Muslim, Ahmad, Baihaqi dan Al-Hakim).
Perlu kiranya kita mempelajari sejarah, sebagai upaya untuk menambah
keteguhan iman kita kepada Allah SWT dan kitab Allah berupa al-Qur’an.
Istilah
turunnya al-Qur’an berasal dari kata “nazala, yanzilu nazlan” yang artinya
turun. Sedangkan nuzul al-Qur’an adalah turunnya al-Quran kepada nabi Muhammad
SAW. Turunnya al-Quran dari atas ke bawah menunjukkan ketinggian kedudukan
al-Quran.
Al-Qur’an
menurut ahli tafsir ialah kalam allah yang diurunkan kepada nabi Muhammad
secara mutawatir. Sedangkan menurut ahli fiqh ialah kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad, menjadi mukjizat Nabi, lafadznya secara mutawatir yang
ditulis dalam mushaf al-Quran diawali surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat An-Naas. Al-Qur’an membawa perubahan bagi manusia di muka
bumi, dan sebagai putunjuk bagi manusia menuju cahaya iman dan Islam.
Peristiwa
turunnya Al-Qur`an (Nuzulul Qur`an) yang terjadi pada malam Lailatul Qadar,
malam yang lebih baik dari seribu bulan, merupakan salah satu peristiwa yang
sangat penting dalam sejarah dan perkembangan Islam. Di saat itulah sosok
pemuda terpercaya yang bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib resmi
diangkat oleh Allah SWT sebagai nabi dan rasul terakhir akhir zaman. Karenanya,
Nuzulul Qur`an dan kenabian Muhammad SAW memiliki hubungan yang erat dimana
hubungan tersebut telah mempengaruhi kualitas agama islam dari beberapa segi:
a.
Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi nabi adalah
untuk mengejewantahkan Al-Qur'an
b.
Al-Qur’an menjadi pedoman bagi seluruh umat
manusia yang beriman dan bertekad tinggi untuk menghapal. memahami, mengamalkan
ayat demi ayat yang terdapat padanya.mereka disebut ulama, hadir dan wafat
dengan meninggalkan wasiat agar generasi ulama berikutnya tetap setia belajar,
mengajar dan menjabarkan isi Al-Qur`an dan As-Sunnah untuk menjawab persoalan
masyarakatnya dan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
Konsep-konsep
yang dibawa oleh al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia,
karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus
memberikan solusi terhadap problema tersebut, dimanapun dan kapanpun mereka
berada. Pada kenyataannya, Al-Quran benar-benar menciptakan desain yang dahsyat
dalam Bahasa Arab dengan mengubah instrument-instrument teknis pengungkapannya.
Dengan demikian,
eksistensi umat Islam sebagai umat yang terbaik tidak diragukan. Dengan bantuan
ilmu pengetahuan dan agama, peristiwa Nuzulul Quran yang terjadi beberapa abad
yang lalu menjadi sesuatu yang berkesinambungan hingga kini. Masa lalu tidaklah
usang dan ia menjadi pendahulu masa kini. Maka, upaya memahami makna Nuzulul
Quran pada saat sekarang ini sama sekali tidak menghilangkan makna dan konteks
terdahulu, melainkan merangkumnya untuk kemudian diteruskan hingga kini. Ada
semacam harapan yang harus terpenuhi dalam menghadapi tantangan global saat ini
sebagaimana Rasulullah juga menghadapi tantangan dan ujian yang berat. Setelah
melihat konteks Nuzulul Quran, tugas selanjutnya ialah melakukan
kontektualisasi ajaran dan pesan yang terkandung dalam peristiwa Nuzulul Quran.
Kita harus selalu berdampingan dengan Al-Quran dalam setiap pikiran, perkataan
dan perbuatan.untuk memberikan solusi terhadap problem kehidupan.
D.
Kuttub Al – Wahyu (Para Penulis Wahyu)
Sebagai sebuah
pedoman hidup, Al-Qur’an dibaca, dipahami, diajarkan, dan diamalkan oleh
miliaran penduduk muslim di muka bumi. Ini bukti, bahwa Al-Qur’an merupakan
salah satu mukjizat dan peninggalan terbesar Rasulullah Saw.Sejarah awal pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dimulai ketika Rasullullah SAW
telah mengangkat para penulis wahyu (kuttâb al-wahy) dari sahabat-sahabat
terkemuka, seperti; Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, Mu’az bin Jabal, ‘Ubay bin Ka’ab, dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika ayat
turun Rasul memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat
tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan
di dalam hati Zaid bin Tsabit dan sahabat yang lain. Ketika Rasulullah wafat Al-Qur’an
telah dihafal dan tertulis dalam berbagai media seadanya, tetapi Al-Qur’an
belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap).
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan barulah
ayat-ayat itu dibukukan dengan menyalin lembaran-lembaran pertama pada masa Abu
Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap
pada satu huruf, yang dikenal kemudian dengan Mushaf Utsmani. Penyalinan
mushaf berkembang terus-menerus dari masa ke masa hingga ke wilayah Nusantara.
Sejak abad ke-XVI sampai dengan abad ke-XIX Mushaf Nusantara banyak kita temui,
unsur kreativitas lokal sebagai hasil serapan budaya setempat, terlihat dalam
corak iluminasi yang sangat beragam dan sangat khas. Kreativitas dan gairah
penulisan seni mushaf tumbuh kembali pada akhir abad IXX dimulai dari Mushaf
Istiqlal (1991-1995) dalam rangkaian peringatan emas 50 tahun Indonesia.
Dilanjutkan penulisan mushaf pesantren; Mushaf Wonosobo (1995), Mushaf Sundawi
(1997), Mushaf Hj. Fathimah Soeharto (2000), Mushaf Jakarta (2002), Mushaf
Kalimantan Barat (2003), dan Mushaf Banten (2010) dll.
Sebagai Wahyu
Allah Swt. yang diterima Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril, Al-Qur’an
adalah kitab suci yang sangat sempurna, baik dari segi konteks maupun keindahan
bahasanya.
E.
Periode Penulisan Al-Qur'an
Al-Quran diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari
17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah Haji wada`tahun 63
dari kelahiran Nabi atau 10 H Al-Quran turun melalui tiga tahap yaitu:
a.
Al- Quran turun sekaligus dari Allah ke Lauh mahfudh
b.
Al- Quran turun dari lauh mahfudh ke bait Al- izzah (tempat yang berada
dilangit dunia )
c.
Al-Quran turun dari bait Al- izzah ke hati Nabi melalui perantara Jibril
dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat, bahkaan satu surat
Hikmah diturunkan Al-Qur'an secara berangsur - angsur yaitu :
1.
Memantapkan Hati Nabi
2.
Menentang dan melemahkan para penantang Al-Quran
3.
Memudahkan untuk di hafal dan di pahami
4.
Mengikuti setiap kejadian ( yang menyebabkan turunnya Al-Quran )
5.
e.Membuktikan bahwa AL-Quran turun dari Allah yang Maha bijaksana
1. Penulisan Al-Quran
Pada Masa Nabi
Pada masa Nabi wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadanya
tidak hanya di eksprersikan dalam betuk hafalan tapi juga dalam bentuk tulisan
. Sekretaris
Pribadi Nabi yang bertugas mencatat wahyu yaitu Abu Bakar, Umar bin Kahtab,
Khalid Bin Walid dan Mua`wiyah Bin Abi Sofyan. Mereka menggunakan alat tulis
sederhana yaitu lontaran kayu, pelepah kurma., tulang-belulang, dan batu.
Faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi yaitu :
Faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi yaitu :
1.
Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh
Nabi dan para Sahabat
2.
Mempersentasikan wahyu dengan cara yang paling
sempurna
3.
Penulisan Al-Quran Pada Masa Khulaurrasyidin
Pada masa
Khalifah Abu Bakar beliau memerintahkan untuk mengumpulkan wahyu-wahyu yang
tersebar kedalam satu mushaf, Usaha pengumpulan ini dilakukan setelah terjadi
perang Yamamah pada 12 H yang telah menggugurkan nyawa 70 orang penghafal
Al-Quran. Akibat dari kekhawatiran atas kelestarian Al-Quran, maka dipercayakan
Zaid bin tsabit untuk mengumpulkan wahyu tersebut. Usaha pengumpulan tersebut
selesai dalam waktu ± 1 tahun yaitu pada 13 H. Kemudian pada masa khalifah
Usman bin Affan terjadi perselisihan paham tentang perbedaan cara baca Al-Quran
yang sudah berada pada titik yang menyebabkab umat islam saling menyalahkan
yang pada akhirnya menyebabkan perselisihan . Akibat peristiwa tersebut ,
timbul lah inisiatif khaalifah Usman untuk mengumpulkan Al-Quran. Orang yang
melakukan resensi Al-Quran adalah ; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said
bin Alsh dan Abdurrahman bin Al- Harish. Dengan demikian suatu naskah absah
Al-Quran yang disebut Mushaf Usmani telah diterapkan dan salinannya dibagi
beberapa wilayah utama daerah Islam.
2. Penyempurnaan
Penulisan Al-Quran Setelah Masa Khalifah
Mushaf yang
ditulis pada masa khalifah Usman tidak memiliki harakat dan tanda titik,
sehingga orang non arab yang memeluk islam merasa kesulitan membaca mushaf
tersebut. Oleh karena itu pada masa khalifah Abd Al-Malik ( 685-705 ) dilakukan
penyempurnaan oleh dua tokoh berikut :
1. Ubaidilllah
bin ziyad. Melebihkan Alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang
2. Al-Hajjad
bin yusuf Ats- Tsaqafi. Penyempurnaan mushaf Usmani pada sebelas tempat yang
memudahkan pembaca mushaf. Orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada
mushaf Usmani ; Abu Al-Aswad Ad- Du`Ali , Yahya Bin Ya`Mar, Nashr Bin Asyim
Al-Laits. Orang yang pertama kali meletakkan hamzah , tasdid, arrum dan
Al-Isyamah adalah ; al-Khalid bin Ahmad Al- Farahidi Al-Azdi.
Proses
pencetakan Al-Quran
a.
Pertama kali di cetak di Bundukiyyah pada 1530
M
b.
Hinkalman Hamburg ( Jerman )
c.
Meracci (1698 M) di Paduoe
d.
Maulaya Usman di sain Peter Buorgh, Uni Sovyet
( Label Islami )
e.
Iran pada 1248 H / 1828 kota Taheran
f.
Ta`di Tabriz pada 1833
g.
Ta`di leipez, Jerman pada 1834
F.
Masa Pentadwinan (Pembukuan) Al-Qur'an
1. Perkembangan dan
Pembukuan Ilmu Qira’at
Perjalanan
sejarah ilmu qira’at terbagi atas enam fase, yaitu:
a.
Fase pertama masa Nabi. Nabi mengajarkan al-Qur’an kepada sahabat dengan
bacaan yang berbeda sesuai dengan apa yang mudah bagi mereka. Para sahabat
mendapatkan bacaan Al-Qur’an dari Nabi dengan bacaan yang beragam. Hal ini
menimbulkan perselisihan diantara para sahabat, lalu Nabi menyelesaikan
perbedaan itu dengan mengatakan bahwa al-Qur’an di turunkan dengan berbagai
macam versi bacaan
b.
Fase kedua terjadi setelah Nabi wafat, yaitu
pada masa sahabat dan tabi’in (kebanyakan bermukim di Makkah dan Madinah). Maka
setelah Rasulullah wafat para sahabat terpanggil untuk menyebarkan islam ke
berbagai pelosok negeri. Abu Mûsâ Al Asy’ary ke Basyrah. Ibnu Mas’ûd
(Khufah). Abû Darda’ (Syam). Mereka mengajarkan al-Qur’an kepada para tabi’in
sesuai dengan bacaan yang mereka terima dari Nabi.
c.
Fase ketiga, akhir abad I sampai awal abad II H, yaitu setelah pengajaran
qira’at berlangsung sedemikian lama, maka muncullah ulama ahli qira’at dari
kalangan tabi’in dan tabi’ al-tabi’in. Seperti di Basrah muncul ulama terkenal Yahya
bin Ya’mar (w. 90 H) yang kemudian di kenal sebagai orang pertama yang menulis
qira’at.
d.
Fase keempat berlangsung bersamaan dengan masa
penulisan berbagai macam ilmu keislaman, seperti ilmu hadis, tafsir, tarikh dan
lain sebagainya, yaitu sekitar permulaan abad II H.
e.
Fase Pembukuan Qira’at Sab’ah. Pada peringkat awal pembukuan ilmu qira’ at
yang dirintis oleh Abû ‘Ubaid al-Qâsim bin Sallâm dan para imam tersebut di
atas, istilah qira’at tujuh belum dikenal. Pada masa ini, mereka hanya mengangkat sejumlah
qira’at yang banyak ke dalam karangan-karangannya. Barulah pada permulaan abad
II H orang mulai tertarik kepada qira’at atau bacaan beberapa imam yang mereka
kenali. Umpamanya di Basrah orang tertarik pada qira’at Abû ‘Amr (w. 154 H) dan
Ya’qûb (w. 205 H), di Kufah orang tertarik pada bacaan Hamzah ( w. 156 H) dan
‘Âsim (w. 127 H), di Syam orang memilih qira’at Ibn ‘Âmir (w. 118 H), di Mekah
mereka memilih qira’at Ibn Katsîr (w. 120 H), dan di Madinah memilih qira’at
Nâfi’ (w. 199
f.
Di penghujung abad ketiga Hijrah, barulah Ibn Mujâhid (w. 325 H)
mencetuskan istilah Qira’at Sab’ah atau Qira’at Tujuh, yaitu tujuh macam
qira’at yang dipopulerkan oleh tujuh imam qira’at tersebut di atas dengan
menetapkan nama al-Kisâ’i (w. 189 H), salah seorang ahli qira’at dari Kufah.
b. Langkah yang ditempuh
generasi penerus ini ialah memperhatikan siapa di antara ahli qira’at itu yang
lebih populer kredibilitas dan amanahnya, lamanya waktu dalam menekuni qira’at
dan adanya kesepakatan untuk diambil serta dikembangkan qira’atnya. Kemudian
dari setiap negeri dipilihlah seorang imam, tanpa mengabaikan periwayat selain
tujuh imam qira’at tersebut, seperti qira’at Ya’qûb, Abû Ja’far, Syaibah dan
lain-lain.
a.
Fase Pengukuhan Qira’at Sab’ah berlangsung setelah kemunculan kitab
Al-Sab’ah karya Ibn Mujahid. Fase ini menjadi fase yang berpenting dalam
sejarah penulisan ilmu qira’at.
2. Perkembangan Qiraat
Sab’ah Di Indonesia
Ulama yang memprakasai masuknya ilmu Qiraat di Indonesia
salah satu diantaranya adalah Syaikh Muhammad Munawir bin Abdullah Rasyid dari
Krapyak Yogyakarta. Syaikh Munawir mempelajari ilmu qiraat dari
Hijaz. Kemudian mengajarkan kepada murid-muridnya. Salah satu muridnya yaitu
Syaikh Arwani Amin dari Kudus, yang kemudian menyusun buku tentang qiraat
sab’ah yaitu “Faid al-Barâkât fî Sab’i Qirâ’ât”. Buku ini telah masyhur di
kalangan pesantren-pesantren Indonesia yang mempelajari Qira’at Sab’ah.
Kemudian pada periode berikutnya , yaitu pada dekade 70-an muncul Institut
pendidikan di Jakarta yaitu PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an) dan IIQ
(Institut Ilmu Al-Qur’an) yang khusus mengajarkan ‘Ulumul Qur’an, termasuk di
dalamnya ilmu Qira’at.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Ayat yang pertama kali diturunkan adalah:
اقراء باسم ربك
الدى خلق, خلق الانسان من علقو اقراء وربك الاكرم, الدى علم بالقلم, علم الانسان
مالم يعلم. (العلق:1-5)
"Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha pemurah yang mengajar
manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengaarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.!” (Al-Alaq (96):1-5).
Hal ini
didasarkan pada suatu hadits yang bersumber dari Aisyah R.a, seperti yang telah
diterangkan pada pembahasan disebelah. Melalui surat Al-Alaq ini Allah
mengajarkan kepada Nabi Muhammad SAW khususnya, kita umat Islam pada umumnya
bahwa Al-Qur’an menunjukkan kemajuan manusia dapat dicapai melalui budaya tulis
menulis yang kala itu hanya dikenal dengan budaya lisan, berupa
syair-syair, namun Allah mengajarkan manusia dengan pena. Suatu lompatan budaya
al-Qur’an.
Adapun ayat : “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu” (al-Maidah : 3) yang
diturunkan di Arafah pada haji Wada’, merupakan ayat yang terakhir diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Secara teks, menunjukkan penyempurnaan kewajiban dan
hukum. Oleh karena itu para ulama menyatakan kesempurnaan agama ini di dalam
ayat ini.
Nuzulul Qur’an
ada pada bulan Ramadhan, pada hari Senin, sebab semua ahli sejarah atau
sebagian besar mereka sepakat bahwa diutusnya beliau menjadi Nabi adalah pada
hari Senin. Hal ini sesuai dengan hadits: “Di dalamya aku dilahirkan
dan di dalamnya diturunkan (wahyu) atasku” (HR. Muslim). Dalam hadits
lain dikatakan“Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana aku
diutus atau diturunkan (wahyu) atasku”(HR. Muslim, Ahmad, Baihaqi dan Al-Hakim). Perlu kiranya kita mempelajari sejarah, sebagai upaya untuk menambah
keteguhan iman kita kepada Allah SWT dan kitab Allah berupa al-Qur’an. Karenanya,
Nuzulul Qur`an dan kenabian Muhammad SAW memiliki hubungan yang erat dimana
hubungan tersebut telah mempengaruhi kualitas agama islam dari beberapa segi:
1. Nabi
Muhammad SAW diangkat menjadi nabi adalah untuk mengejewantahkan Al-Qur'an
2. Al-Qur’an
menjadi pedoman bagi seluruh umat manusia yang beriman dan bertekad tinggi
untuk menghapal. memahami, mengamalkan ayat demi ayat yang terdapat padanya.
Sejarah awal pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dimulai ketika Rasullullah SAW
telah mengangkat para penulis wahyu (kuttâb al-wahy) dari sahabat-sahabat
terkemuka, seperti; Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, Mu’az bin Jabal, ‘Ubay bin Ka’ab, dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika ayat
turun Rasul memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat
tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan
di dalam hati Zaid bin Tsabit dan sahabat yang lain. Ketika Rasulullah wafat Al-Qur’an
telah dihafal dan tertulis dalam berbagai media seadanya, tetapi Al-Qur’an
belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap).
Al-Quran diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari
17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah Haji wada`tahun 63
dari kelahiran Nabi atau 10 H Al-Quran turun melalui tiga tahap yaitu:
c.
Al- Quran turun sekaligus dari Allah ke Lauh mahfudh
d.
Al- Quran turun dari lauh mahfudh ke bait Al- izzah (tempat yang berada
dilangit dunia )
e.
Al-Quran turun dari bait Al- izzah ke hati Nabi melalui perantara Jibril
dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat, bahkaan satu surat
Pada masa
Khalifah Abu Bakar beliau memerintahkan untuk mengumpulkan wahyu-wahyu yang
tersebar kedalam satu mushaf, dan pada masa khalifah Usman Bin Affan lah
akhirnya naskah absah Al-Quran yang disebut Mushaf Usmani berhasil dibuat dan
salinannya disebarkan ke daerah-daerah. Akhirnya pada masa khalifah Abd
Al-Malik ( 685-705 ), dilakukan penyempurnaan terhadap Al-Qur’an.
Proses
pencetakan Al-Quran
1.
Pertama kali di cetak di Bundukiyyah pada 1530
M
2.
Hinkalman Hamburg ( Jerman )
3.
Meracci (1698 M) di Paduoe
4.
Maulaya Usman di sain Peter Buorgh, Uni Sovyet
( Label Islami )
5.
Iran pada 1248 H / 1828 kota Taheran
a.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan.
2004. Ulumul Quran . Pustaka Setia. Bandung
http://mursalinpintar.blogspot.com/2009/07/sejarah-turun-dan-penulisan-al-quran.html
http://blognyaimut.blogspot.com/2010/05/perkembangan-ilmu-qiraat-masa.html
http://tausyiah275.blogsome.com/2007/09/27/nuzulul-quran-sebagai-peringatan-atau-pelajaran
http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/ayat-pertama-dan-terakhir-turun.html
http://mushafbabakan.net/mushaf
Mudzakir, As.
2006. Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an. Citra AntarNusa. Jakarta
Subhi, Al-
Shalih.1990. Mabahis Fi Uluimil Quran. Tim Pustaka. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar